Sukses

PDIP Tolak Penggunaan Sirekap, Minta Kembali ke Penghitungan Manual

DPP PDIP mengirimkan surat pernyataan penolakan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) yang ditujukan kepada Ketua KPU.

Liputan6.com, Jakarta - DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengirimkan surat pernyataan penolakan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) yang ditujukan kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Surat yang ditandatangani Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua DPD PDIP Bambang Wuryanto pada tanggal 20 Februari 2024 itu, berisi 6 poin.

Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah pun membenarkan surat tersebut. "(Ya), itu kan ada stempel dan tanda-tanngan Pengurus DPP nya," kata dia ketika dikonfirmasi.

Pada awal surat, dituliskan bahwa adanya permasalahan hasil penghitungan perolehan suara pada alat bantu Sirekap yang terjadi secara nasional, kemudian diikuti pada 18 Februari 2024 KPU RI memerintahkan kepada seluruh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk menunda rekapitulasi perolehan suara dan penetapan hasil Pemilu di tingkat pleno Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dijadwalkan ulang menjadi 20 Februari 2024.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, PDI Perjuangan menyampaikan Surat Pernyataan Penolakan yang berisi:

Pertama, kegagalan Sirekap sebagai alat bantu dalam tahapan pemungutan dan penghitungan suara di TPS serta proses rekapitulasi hasil perolehan penghitungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) adalah dua hal yang berbeda, sehingga penundaan tahapan rekapitulasi hasil perolehan penghitungan suara di tingkat PPK menjadi tidak relevan.

"Dua, KPU tidak perlu melakukan penundaan tahapan rekapitulasi hasil perolehan penghitungan suara di tingkat PPK karena tidak terdapat situasi kegentingan yang memaksa/tidak terdapat kondisi darurat," demikian kutipan surat yang diterima pada Rabu (21/2/2024).

Ketiga, permasalahan kegagalan Sirekap sebagai alat bantu harus segera ditindaklanjuti dengan mengembalikan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara manual berdasarkan sertifikat hasil penghitungan suara/C.Hasil sesuai ketentuan Pasal 393 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

2 dari 3 halaman

PDIP Minta Audit Forensik Penggunaan Sirekap

"Rekapitulasi penghitungan suara dilakukan dengan membuka kotak suara tersegel untuk mengambil sampul yang berisi berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara, kemudian kotak suara ditutup dan disegel kembali," demikian kutipan surat.

Empat, PDIP  secara tegas menolak penggunaan Sirekap dalam proses rekapitulasi penghitungan perolehan suara hasil Pemilu 2024 di seluruh jenjang tingkatan pleno.

"Lima, menolak sikap/ keputusan KPU yang menunda tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat pleno PPK karena telah membuka celah kecurangan dalam tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, serta melanggar asas kepastian hukum, efektifitas-efisiensi dan akuntabilitas penyelenggaraan Pemilu 2024," demikian kutipan surat.

Keenam, PDIP meminta audit forensik digital atas penggunaan alat bantu Sirekap dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, kemudian membuka hasil audit forensik tersebut kepada masyarakat/ publik sebagai bentuk pertanggungjawaban KPU dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

3 dari 3 halaman

KPU Klaim Tidak Ada Penyimpanan Data Sirekap di Luar Negeri

Sistem informasi rekapitulasi atau Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi buah bibir usai banyak kekeliruan data yang dipublikasikan.

Bahkan Cyberity, kelompok pegiat keamanan data cyber, mengaku menemukan penyimpanan informasi yang ada dalam Sirekap berada di luar negeri dan tidak sesuai payung hukum yang berlaku.

Terkait hal tersebut, KPU menuturkan, penyimpanan data dan informasi Sirekap berada di dalam negeri sesuai aturan Undang-Undang.

"Seluruh data Sirekap diproses dan disimpan dalam pusat data yang berada di Indonesia sesuai dengan regulasi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tulis KPU RI, Selasa (20/1/2024).

Terhadap ganguan terhadap sistem SIREKAP yang terjadi mulai tanggal 14 Februari 2024, KPU RI menyatakan hal itu disebabkan salah satunya oleh gangguan DDoS (Distributed Denial of Service).

"KPU bersama tim gugus tugas siber terus melakukan upaya-upaya penanganan terhadap gangguan tersebut sampai hari ini," demikian dalam keterangannya.

Sebagai informasi, proses unggah formulir C Hasil dilakukan oleh kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) yang keseluruhan berjumlah 1,6 juta orang yang dilakukan bersamaan dengan aktivitas publik dari dalam negeri dan luar negeri yang ingin melihat data hasil Pemilu.