Liputan6.com, Jakarta - Sejarawan JJ Rizal menyebut proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sama seperti pelaksanaan Pemilu 1971 saat awal era kepemimpinan Presiden Soeharto. Penilaian ini atas adanya dugaan kecurangan, hingga dampak keberpihakan para pemimpin terhadap peserta pemilu.
“Tadi saya bilang sebenarnya saya orang yang tidak percaya sejarah berulang. Tapi, kalau kita menengok ke masa lalu apa yang terjadi hari ini, ya mengingatkan pada pemilu 1971,” kata JJ Rizal saat diskusi tentang penyelenggaraan Pemilu di Jakarta, Sabtu (9/3/2024).
Menurutnya, Presiden Jokowi pada Pemilu 2024 baik secara langsung atau tidak langsung telah mempraktikkan sikap Presiden Soeharto. Ketika Soeharto menyatakan keinginannya memenangkan Partai Golkar pada Pemilu tahun 1971.
Advertisement
“Terbuka maupun tertutup presiden itu terlibat dan menginginkan agar, dimenangkan yang ini gitu. Jadi ketika presiden itu terlibat otomatis semua berubah. Yang menjadi mesin yang seharusnya netral menjadi tidak netral,” ujarnya.
“(Meski Jokowi tidak secara langsung) Ya makanya gue ngomong itu terbuka atau tertutup, tapi praktiknya kita bisa merasakan itu suatu yang tidak netral,” tambah dia.
Singgung Pernyataan Megawati
Rizal kemudian mencontohkan soal kemiripan Pemilu 2024 dengan 1971 era Soeharto yang telah disinggung oleh Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam berbagai kesempatan
“Ya kan omongan banyak belakangan, kembali orba Megawati itu ngomong kan. Megawati ngalamin zaman orba, Pak Harto bagaimana. Itu sebenarnya sindiran ya, sinisme, ya begitu untuk ngomongnya pemilu ini seperti yang dialami tahun 71,” ujarnya.
Dengan begitu, Rizal menduga memang ada rekayasa dalam Pemilu 2024 untuk memenangkan calon yang didukung Jokowi yakni, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Itu kan setelah calon yang didukung pak Jokowi menang digadang-gadang menjadi pahlawan itu kan menjelaskan ya. Situasi kultural yang beredar di dalam kekuasan sata ini,” tuturnya.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Merdeka.com
Advertisement