Liputan6.com, Jakarta Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menang di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pilpres 2024. Diketahui, Jawa Tengah merupakan kandang banteng yang merupakan lumbung suara PDIP.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dalam Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Tingkat Nasional telah mengesahkan hasil rekapitulasi untuk Provinsi Jawa Tengah di Gedung KPU, Jakarta, Senin (11/3/2024).
Baca Juga
"Sudah selesai ini berarti ya? Bisa kita sahkan ya hasil pemilu presiden untuk Jawa Tengah? Bismillah sah," kata Hasyim Asy'ari dilansir Antara.
Advertisement
Pasangan Prabowo-Gibran mengungguli dua pesaingnya dengan meraih 12.096.454 suara.
Posisi kedua ditempati pasangan calon nomor 03 yang diusung PDIP, Ganjar Pranowo-Mahfud Md, dengan endapatkan 7.827.335 suara, sedangkan pasangan nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memperoleh 2.866.373 suara.
Jumlah warga yang tercatat pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di Jawa Tengah sebanyak 28.289.413 orang, namun pemilih yang menggunakan hak pilihnya sejumlah 23.143.127 orang.
Berikutnya, jumlah pemilih pada Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) tercatat 186.364 orang dan pemilih yang terdaftar sebagai Daftar Pemilih Khusus (DPK) berjumlah 146.320 orang.
Secara keseluruhan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya di Jawa Tengah sebanyak 23.475.811 orang.
Sementara itu, terdapat 22.790.162 surat suara yang dinyatakan sah dan sebanyak 685.649 surat suara dinyatakan tidak sah.
Sejak Sabtu (9/3/2024) hingga Senin pukul 17.30 WIB, KPU RI telah mengesahkan perolehan suara pilpres 2024 pada delapan provinsi, yang meliputi Daerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Bali, Lampung, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan.
Pasangan Prabowo-Gibran meraih 14.023.664 suara di delapan provinsi tersebut. Selanjutnya, Ganjar-Mahfud mendapatkan 4.125.376 suara, serta Anies-Muhaimin meraih 3.791.858 suara.
Sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, rekapitulasi suara nasional pemilu 2024 dijadwalkan berlangsung mulai 15 Februari sampai 20 Maret 2024.
TPN Ganjar-Mahfud Klaim Punya Bukti Kuat Kecurangan Pemilu 2024
Wakil Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Henry Yosodiningrat, mengungkapkan PDI Perjuangan siap membawa sejumlah bukti dan saksi ke Mahkamah Konstitusi (MK) di antaranya seorang kepala kepolisian daerah (kapolda) terkait gugatan hasil pilpres 2024 setelah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Henry mengatakan, dalam gugatan ke MK, pihaknya tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang yang diumumkan KPU, tetapi akan fokus pada kecurangan yang terstrukur sistematis masif (TSM).
Oleh karena itu, tim hukum telah mempersiapkan bukti yang kuat agar hakim MK tidak membuat keputusan yang salah atau tidak tergantung keyakinan yang didukung hanya minimal dua alat bukti.
"Kami memiliki data dan bukti yang kuat sekali. Kami tidak akan larut dengan masalah selisih angka perolehan, tapi kami akan fokus pada TSM karena kejahatan ini sudah luar biasa. Kita akan yakin kan hakim dengan bukti yang kita miliki bahwa ini betul-betul kejahatan yang TSM," kata Henry, dalam keterangan reami, Senin (11/3/2024).
Dia menegaskan bahwa bukan hal baru jika MK memutuskan melakukan pemilu ulang, karena hal seperti ini sudah pernah terjadi di beberapa negara. Tim hukum TPN Ganjar-Mahfud juga akan mengajukan sejumlah pakar ke persidangan seperti pakar sosiologi massa.
Lebih lanjut, Henry menuturkan, kekalahan Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah (Jateng) juga tidak terlepas dari mobilisasi kekuasaan. Padahal, Ganjar pernah menjabat gubernur di provinsi itu selama 10 tahun, dan Jateng merupakan basis suara PDI Perjuangan.
Ditegaskan, pihaknya nanti bisa membuktikan di MK terjadi mobilisasi kekuasaan mulai dari mengerahkan aparatur negara, seperti intimidasi yang dilakukan pihak polsek dan polres.
"Tanpa itu tidak akan ada selisih suara seperti itu. Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi, ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini tapi diarahkan ke paslon lain, dan akan ada kapolda yang kami ajukan. Kita tahu semua main intimidasi, besok kapolda dipanggil dicopot," tegasnya.
Advertisement
Sejarawan Sebut Pemilu 2024 Mirip Pemilu 1971 Zaman Pak Harto
Sejarawan JJ Rizal menyebut proses pemilu 2024 sama seperti pelaksanaan pemilu 1971 saat awal era kepemimpinan Presiden Soeharto. Penilaian ini atas adanya dugaan kecurangan hingga dampak keberpihakan para pemimpin terhadap peserta pemilu.
"Tadi saya bilang sebenarnya saya orang yang tidak percaya sejarah berulang. Tapi, kalau kita menengok ke masa lalu apa yang terjadi hari ini, ya mengingatkan pada pemilu 1971," kata JJ Rizal saat diskusi tentang penyelenggaraan pemilu di Jakarta, Sabtu (9/3/2024).
Menurutnya, Presiden Jokowi pada pemilu 2024 baik secara langsung atau tidak langsung telah mempraktikkan apa yang dilakukan Presiden Soeharto. Ketika Soeharto menyatakan keinginannya memenangkan Partai Golkar pada pemilu tahun 1971.
"Terbuka maupun tertutup Presiden (Jokowi) itu terlibat dan menginginkan agar dimenangkan yang ini, gitu. Jadi ketika Presiden itu terlibat, otomatis semua berubah. Yang menjadi mesin yang seharusnya netral menjadi tidak netral," ujar JJ Rizal.
"(Meski Jokowi tidak secara langsung) ya makanya gue ngomong itu terbuka atau tertutup, tapi praktiknya kita bisa merasakan itu suatu yang tidak netral," tambah dia.
Rizal kemudian mencontohkan soal kemiripan pemilu 2024 dengan 1971 era Soeharto yang telah disinggung oleh Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam berbagai kesempatan
“Ya kan omongan banyak belakangan kembali orba, Megawati itu ngomong kan. Megawati ngalamin zaman orba, Pak Harto bagaimana. Itu sebenarnya sindiran ya, sinisme, ya begitu untuk ngomongnya pemilu ini seperti yang dialami tahun 71,” ujar Rizal.
Dengan begitu, Rizal menduga kuat ada rekayasa dalam pemilu 2024 untuk memenangkan calon yang didukung Jokowi yakni, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Itu kan setelah calon yang didukung Pak Jokowi menang digadang-gadang menjadi pahlawan, itu kan menjelaskan ya, situasi kultural yang beredar di dalam kekuasan saat ini," tuturnya.