Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Tim Hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Fahri Bachmid mengatakan, pengajuan amicus curiae sejumlah tokoh ke Mahkamah Konstitusi (MK) jelang putusan sengketa Pilpres 2024, bisa jadi bentuk intervensi.
"Terkait dengan fenomena beberapa pihak mencoba untuk mengajukan dirinya sebagai amicus curiae di penghujung sidang pada saat Majelis Hakim MK telah melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk membuat putusan MK menurut hemat saya adalah bentuk lain dari sikap intervensi sesungguhnya kepada lembaga peradilan MK, yang dibingkai dalam format hukum," kata dia dalam keterangannya, Kamis (19/4/2024).
Baca Juga
Dia menuturkan, amicus curiae sedari aspek fungsi sejatinya sebagai pihak atau elemen yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara yang sedang diperiksa dan memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.
Advertisement
"Keterlibatan pihak atau elemen yang berkepentingan dalam sebuah perkara tersebut hanya sebatas memberikan opini, dan praktik penggunaan pranata amicus curiae secara generik biasanya digunakan pada negara-negara yang menggunakan sistem hukum common law," tutur Fahri.
Bahkan, dia mengklaim, ini tak umum digunakan dalam hukum di Indonesia. Meskipun hal tersebut tak dilarang.
"Tidak terlalu umum digunakan pada negara-negara dengan sistem hukum civil law system termasuk Indonesia, akan tetapi pada hakikatnya praktik seperti ini tidak dilarang jika digunakan dalam sistem hukum nasional kita," jelasnya.
Fahri mengatakan, pada dasarnya hakim MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara-perkara konstitusi, termasuk memutus sengketa PHPU pilpres, sandarannya adalah konstitusi serta fakta-fakta hukum yang secara terang benderang telah terungkap di dalam persidangan yang digelar secara terbuka untuk umum.
"MK tidak memutus suatu perkara konstitusi berdasarkan opini atau pendapat yang dikemas dalam bingkai amicus curiae yang tentunya pihak-pihak yang mengajukan dirinya sebagai friends of the court itu mempunyai conflict of interest secara subjektif terhadap perkara itu sendiri," kata dia.
Sekjen PDIP Kritisi Tim Hukum Prabowo-Gibran soal Amicus Curae
Kubu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, Otto Hasibuan menyingung amicus curiae yang dilayangkan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Terkait hal ini, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, Otto lupa pernah meminta Megawati untuk menjadi saksi di MK.
"Ya Pak Otto barang kali lupa, bahwa beliaulah yang meminta kehadiran Bu Mega sebagai saksi. Ya mungkin maksud awalnya berbeda, barangkali suatu preasure mau menghadirkan Bu Megawati tapi ternyata Bu Mega siap dan dengan senang hati mau hadir sebagai saksi di MK," kata Hasto saat ditemui di Rumah Relawan Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2024).
Hasto menjelaskan, amicus curiae yang disampaikan Megawati ke MK membawa nama individu sebagai warga negara, bukan mantan presiden atau pun ketua umum partai.
“Bu Mega sebagai Warga negara Indonesia dan demi tanggung jawabnya demi bangsa dan negara, bagi kebenaran dan keadilan yang hakiki,” ungkap Hasto.
Hasto menambahkan, amicus curiae yang disampaikan Megawati adalah tulisan dari perasaannya dan pikirannya untuk menyelamatkan konstitusi.
Sehingga sebagai warga negara Indonesia, Hasto meyakini Megawati memiliki tanggung jawab bahwa kedaulatan berasal dari rakyat.
“Dengan demikian kebenaran yang hakiki itu juga berasal dari rakyat. Untuk itu pemimpin jangan Menyalahgunakan kekuasaan dan semuanya beregang pada konstitusi kehidupan yang baik,” dia menandasi.
Advertisement
Otto: Amicus Curiae Megawati Tidak Tepat
Sebelumnya diberitakan, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengirim surat amicus curiae terkait sengketa Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi.
Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, menilai hal itu tidak tepat lantaran amicus curiae adalah permohonan yang diajukan oleh pihak independen dan tidak terkait dalam perkara di MK.
"Amicus curiae itu suatu permohonan yang diajukan oleh pihak sebagai sahabat pengadilan, dan sahabat pengadilan itu mestinya bukan pihak di dalam perkara. Itu harus dicermati," kata dia di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (16/4/2024)."Jadi, ada orang-orang yang independen, tidak merupakan bagian daripada perkara itu. Dia tidak terikat pada si A dan si B," sambungnya.
Atas dasar itu, ia menilai Megawati tidak tepat mengirim surat amicus curiae kepada MK.
"Jadi, kalau Ibu Mega dia merupakan pihak dalam perkara ini sehingga kalau itu yang terjadi menurut saya tidak tepat sebagai amicus curiae," jelasnya.