Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghitung ulang surat suara di tujuh tempat pemungutan suara atau TPS di Distrik Weriagar, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.
Tujuh TPS meliputi TPS 01 dan TPS 02 Kampung Weriagar, TPS 01 dan TPS 02 Kampung Mogotira, TPS 01 Kampung Weriagar Baru, TPS 01 Kampung Weriagar Utara, dan TPS 01 Kampung Tuanaikin.
Baca Juga
Hal tersebut disampaikan majelis hakim MK saat membacakan pertimbangan hukum atas permohonan Partai Nasdem di sidang pengucapan putusan PHPU Nomor 128-01-05-34/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (7/6/2024).
Advertisement
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian, menyatakan hasil perolehan suara calon anggota DPRD Kabupaten Teluk Bintuni Daerah Pemilihan Teluk Bintuni 3 pada 7 TPS yaitu TPS 01 dan TPS 02 Kampung Weriagar, TPS 01 dan TPS 02 Kampung Mogotira, TPS 01 Kampung Weriagar Baru, TPS 01 Kampung Weriagar Utara, dan TPS 01 Kampung Tuanaikin harus dilakukan penghitungan ulang surat suara," kata Hakim Ketua MK Suhartoyo.
Nasdem mendalilkan adanya pergeseran perolehan suara ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang diambil dari partai lain.
Hakim MK Ridwan Mansyur menyebut, setelah melakukan pencermatan, MK menemukan benar ada ketidaksesuaian perolehan suara PKS pada tujuh TPS di Distrik Weriagar yang didukung oleh keterangan Termohon (KPU) saat persidangan pada Senin, 27 Mei 2024.
Perolehan suara PKS yang benar adalah 402 suara. Namun, dalam D Hasil Kecamatan perolehan suara PKS menjadi 544 suara.
"Artinya, tidak hanya suara PKS saja yang tidak berkesesuaian, tetapi juga beberapa partai politik lainnya. Sehingga, tidak mudah bagi Mahkamah untuk menemukan perolehan suara yang benar untuk masing-masing partai politik," kata dia.
MK memberikan waktu 15 hari kepada KPU sejak putusan ini diucapkan untuk melaksanakan penghitungan ulang surat suara pada tujuh TPS yang di Distrik Weriagar untuk pengisian anggota DPRD Kabupaten Teluk Bintuni Daerah Pemilihan Teluk Bintuni 3.
Jangka waktu 15 hari dimaksudkan agar pelaksanaannya tidak mengganggu jadwal pelantikan anggota DPRD Kabupaten Teluk Bintuni hasil Pemilu 2024.
Â
Â
Suara Pemilih Meninggal Dunia Dipakai, MK Perintahkan Pemilu Ulang di 2 TPS Sintang Dapil 5
Mahkamah Konstitusi (MK) juga meminta KPU sebagai Termohon dalam Perkara Nomor 284-01-02-20/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) dua TPS di Sintang Dapil 5.
Dua TPS itu yakni TPS 02 Desa Nanga Tekungai Kecamatan Serawai dan TPS 02 Desa Deme Kecamatan Ambalau untuk pemilihan anggota DPRD. PSU di dua TPS disebabkan ketidaksesuaian data.
Ditemukan terdapat pemilih yang telah meninggal dunia, namun hak suaranya digunakan dan dihitung mencoblos di dua TPS tersebut. Adapun perkara ini diajukan oleh Partai Gerindra.
"Mahkamah berpendapat harus dilakukan pemungutan suara ulang di TPS 02 Desa Nanga Tekungai Kecamatan Serawai dan TPS 02 Desa Deme Kecamatan Ambalau," kata Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat, Jumat (7/6/2024).
Pada dua TPS tersebut, Partai Gerindra mendalilkan adanya selisih 13 suara ke Partai Demokrat yang mempengaruhi raihan kursi di Sintang. Di gugatannya, Gerindra menyebut ada surat suara yang digunakan, diantaranya milik pemilih yang telah meninggal dunia.
Dalam pertimbangannya, MK mendapati memang ada pemilih meninggal dunia yang digunakan hak suaranya. Semisal, pemilih atas nama Fransiskus Hermanto Toroi dalam DPT di TPS 02 Desa Nanga Tekungai nomor urut 64 telah meninggal dunia pada 12 Juni 2023.
"Tanda tangannya terdapat dalam daftar hadir pemilih di TPS 02 Desa Nanga Tekungai," ujar Daniel.
Â
 Â
Advertisement
Kasus Serupa
Kejadian serupa terjadi di TPS 02 Desa Deme yang dibuktikan dari salinan DPT. Ada pemilih nomor urut 148 atas nama Suhkuk yang telah meninggal dunia pada 22 Juni 2023, namun terdapat tanda tangannya dalam daftar hadir pemilih di TPS 02 Desa Deme.
Menurut Daniel, Bawaslu Kabupaten Sintang telah menjatuhkan putusan dengan menyatakan Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi pemilu dan meminta dilakukan perbaikan administratif DPT yang telah meninggal dunia di Sintang.
KPU setempat juga telah memberikan sanksi peringatan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Serawai, Panitia Pemungutan Suara (PPS) Nanga Tekungai, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) 02 Desa Nanga Tekungai serta PPK Ambalau, PPS Deme, dan KPPS TPS 02 Desa Deme.
Daniel mengatakan dalam persidangan di MK, Bawaslu Kabupaten Sintang telah mempertimbangkan PSU, tetapi tidak direkomendasikan karena telah melebihi batas waktu yang ditentukan.
Mengacu pada fakta-fakta tersebut MK mengabulkan permohonan Partai Gerindra untuk seluruhnya serta memerintahkan PSU di kedua TPS dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari sejak putusan ini diucapkan.
"Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Ketua MK Suhartoyo.
MK Tolak Gugatan PDIP soal Dugaan Penggelembungan Suara PAN di Dapil Asmat I
Sementara itu, MK menolak permohonan untuk seluruhnya terkait Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pengisian anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota Provinsi Papua Selatan.
Adapun Perkara Nomor 271-01-03-35/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 tersebut dimohonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). PDIP mendalilkan adanya penggelembungan suara kepada Partai Amanat Nasional (PAN) yang berpengaruh pada perolehan kursi anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota/ di Provinsi Papua Selatan pada Dapil Asmat I.
"Amar Putusan, mengadili, dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk semuanya," kata Ketua Hakim MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (7/6/2024).
Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, menyatakan PDIP selaku Pemohon mendalilkan kehilangan 190 suara di Distrik Sor Ep dari yang seharusnya mendapat 955 suara, ditetapkan oleh KPU sebagai Termohon hanya 765 suara.
Selain itu, PDIP juga mendalilkan telah terjadi penambahan sebanyak 221 suara untuk Pihak Terkait PAN dari yang seharusnya mendapat 373 suara, menjadi 594 suara.
PDIP, kata Guntur mengajukan alat bukti berupa rekapitulasi tingkat kecamatan/ distrik Sor Ep Model D Hasil Kecamatan DPRD KABKO untuk Distrik Sor Ep.
"Namun, setelah Mahkamah sandingkan dengan alat bukti yang diajukan oleh Termohon dan alat bukti yang diajukan oleh Pihak Terkait terdapat perbedaan," kata Guntur.
Advertisement
Tidak Beralasan Menurut Hukum
Guntur menyebut, pada alat bukti yang ajukan PDIP tidak disertai lampiran model D Hasil Kecamatan-DPRD Kabko yang berisi rekapitulasi hasil perolehan suara Tempat Pemungutan Suara tiap kelurahan/kampung. Sementara itu, alat bukti yang diajukan KPU (Termohon) dan pihak Terkait disertai lampiran model D Hasil Kecamatan DPRD Kabko.
Padahal, lanjut Guntur lampiran tersebut penting untuk menunjukkan perolehan suara PDIP dan Pihak Terkait pada setiap TPS di Distrik Sor Ep. Hal ini menyulitkan Mahkamah melakukan persandingan data perolehan suara yang benar untuk PDIP dan Pihak Terkait.
"Terlebih lagi, setelah Mahkamah melakukan penghitungan perolehan suara ulang berdasarkan alat bukti yang diajukan Termohon dan alat bukti yang diajukan Pihak Terkait terdapat kesamaan perolehan suara dengan yang ditetapkan oleh Termohon," ucap Guntur.
Selain itu, PDIP juga mengajukan alat bukti berupa berita acara, sertifikat dan catatan hasil penghitungan perolehan suara di TPS dalam Pileg DPR RI Kabupaten Asmat untuk seluruh TPS di Kecamatan/Distrik Sor Ep. Namun MK menemukan terdapat perbedaan total perolehan suara PDIP dan Pihak Terkait pada kedua alat bukti.
"Mahkamah menemukan pada beberapa model C Hasil Salinan-DPRD Kab/kota yang diajukan terdapat bekas perubahan angka, baik berupa penebalan angka perolehan suara maupun bekas angka dihapus dengan menggunakan tipe-ex. Oleh karena itu, Mahkamah tidak meyakini kebenaran dari alat bukti yang diajukan oleh Pemohon a quo," ujar Guntur.
Oleh karenanya, berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut, Mahkamah menyatakan dalil permohonan yang diajukan PDIP adalah tidak beralasan menurut hukum.