Sukses

Sidang Uji Materiil UU Pilkada, Perbaikan Permohonan Diajukan di MK

Para Pemohon menilai Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan uji materiil Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada), Senin (29/7).

Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 Gedung Mahkamah Konstitusi ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, didampingi Hakim Konstitusi Arsul Sani dan Hakim Konstitusi Anwar Usman.

Para Pemohon terdiri dari John Gunung Hutapea (Pemohon I), Deny Panjaitan (Pemohon II), Saibun Kasmadi Sirait (Pemohon III), serta Elvis Sitorus (Pemohon IV). Para Pemohon menilai Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

Kuasa hukum para Pemohon, Firman H Simanjuntak mengatakan, para Pemohon bercita-cita ingin maju menjadi calon kepala daerah dengan menggandeng mantan kepala daerah yang sudah menjabat satu periode masa jabatan. Namun, niat tersebut terganjal akibat ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).

"Kami melakukan uji materiil terhadap Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada karena klien kami yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak bisa menggandeng mantan kepala daerah sebagai wakilnya. Ketentuan ini dianggap diskriminatif dan tidak memiliki urgensi yang jelas," kata Firman.

Firman mengungkapkan bahwa majelis hakim panel, pada sidang sebelumnya, mengesahkan alat bukti yang disampaikan pemohon namun menyarankan agar permohonan diperbaiki.

"Kami disuruh melakukan perbaikan karena pemohon dianggap tidak memiliki legal standing. Majelis panel mengatakan bahwa yang berhak mengajukan uji materiil terhadap ketentuan ini adalah mantan kepala daerah," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Referensi

Dalam permohonan perbaikan kali ini, Firman menambahkan referensi putusan Mahkamah sebelumnya.

"Kami menggunakan putusan No. 90/PUU-XXI/2023 sebagai referensi. Dalam putusan tersebut, meskipun pemohon tidak memenuhi syarat usia untuk menjadi calon presiden, Mahkamah tetap menerima permohonan tersebut. Klien kami merasa memiliki legal standing yang sama dalam mengajukan permohonan uji materiil ini," jelas Firman.

Saldi Isra, Wakil Ketua MK yang memimpin sidang, menegaskan pentingnya legal standing dalam pengajuan uji materiil.

"Pemohon harus memiliki hubungan langsung dan nyata dengan ketentuan yang diuji. Dalam hal ini, hanya mantan kepala daerah yang terdampak langsung oleh Pasal 7 ayat (2) huruf o yang memiliki legal standing," kata Saldi.

Sidang uji materiil ini menarik perhatian publik karena menyoroti ketentuan yang dianggap membatasi hak warga negara untuk menentukan calon wakil kepala daerah.

"Kami berharap Mahkamah Konstitusi dapat memberikan keputusan yang adil dan tidak diskriminatif. Pasal ini perlu dihapus untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga negara," tutup Firman.

Sidang akan dilanjutkan dengan agenda mendengarkan tanggapan dari pihak termohon dan keterangan saksi ahli.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini