Liputan6.com, Jakarta - Pihak Anies Baswedan menanggapi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan ambang batas atau threshold calon kepala daerah, khususnya kontestasi Pilkada Jakarta 2024. Hal itu dinilai sebagai angin segar munculnya calon lain dalam kontestasi tersebut.
“Alhamdulillah, putusan MK bisa kasih peluang ada calon yang lebih menggambarkan aspirasi warga Jakarta seutuhnya,” tutur Juru Bicara Anies Baswedan, Angga Putra Fidrian kepada wartawan, Selasa (20/8/2024).
Baca Juga
Angga berharap, Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera melakukan tugasnya menyesuaikan hasil putusan MK dengan peraturan yang berlaku saat ini.
Advertisement
“Semoga segera setelah putusan MK, KPU segera mengubah aturannya agar bisa semakin banyak pilihan terbaik untuk warga Jakarta,” jelas dia.
Lebih jauh, pihak Anies Baswedan menurutnya masih terus berkomunikasi dengan berbagai pihak demi dapat maju Pilkada Jakarta 2024.
“Alhamdulillah komunikasi sudah berjalan sejak lama dan lancar. Insyaallah Pak Anies siap maju bersama siapapun,” Angga menandaskan.
Pengamat Senior Kepemiluan dari Perludem, Titi Anggraini menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal putusan partai politik tak punya kursi bisa mengusung calon kepala daerah. Putusan ini juga memberi peluang bagi Anies Baswedan untuk maju melalui gerbong PDIP.
"BRAVO MK!!! Dalam Putusan No.60/PUU-XXII/2024 mengubah persyaratan pengusungan paslon di Pilkada dengan menyesuaikan persentase persyaratan seperti pada angka persentase pencalonan perseorangan di Pilkada. HEBAT MK!!!," puji Titi di akun sosial media X miliknya, @titianggraini seperti dikutip Selasa (20/8/2024).
Putusan MK ini, menurut Titi juga membuat parpol yang dari kursi DPRD tidak mencukupi, dapat mengusung paslon sendiri, asalkan memenuhi syarat berdasarkan jumlah penduduk yan termuat dalam daftar pemiluh tetap (DPT). Khusus untuk di Jakarta, Titi mengatakan, peluang Anies untuk diusung PDIP sangat terbuka lebar dengan syarat ini.
"Partai politik cukup memperoleh suara sebesar 7.5% di pemilu DPRD terakhir untuk bisa mengusung paslon di Pilkada Jakarta. Artinya, PDIP bisa mengusung sendiri calonnya di Pilkada Jakarta.
Menurut Titi, sesuai dengan amar putusan, aturan baru yang diputus MK dapat berlaku di Pilkada 2024. Sebab, MK tidak menyebut adanya klausul penundaan seperti di putusan lainnya.
"Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 ini berlaku untuk Pilkada 2024. Sebab, Putusan MK ini tidak menyebut penundaan pemberlakuan putusan," jelas dia.
Titi mencontohkan, putusan yang baru dinyatakan MK berbeda dengan putusan terkait Ambang Batas Parlemen No.116/PUU-XXI/2023 karena terdapat penegasan baru berlaku setelah 2024 atau di Pemilu 2029.
Dia pun meyakini, sifat dari putusan ini sama dengan putusan ambang batas usia di Pilpres 2024 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
"Putusan MK soal ambang batas pencalonan pilkada ini serupa dengan Putusan MK soal usia calon di Pilpres dalam Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, yang memberi tiket pencalonan dan digunakan GIbran untuk maju pada Pilpres 2024 yang lalu," ungkap Titi.
MK Kabulkan Gugatan Partai Buruh dan Gelora
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada. Hasilnya, sebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. Tentunya dengan syarat tertentu.
Putusan atas perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut telah dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). MK menyatakan, Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada inkonstitusional.
Adapun isi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."
Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan, esensi dari Pasal tersebut sebenarnya sama dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional sebelumnya.
"Pasal 40 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," tutur Enny dalam persidangan.
Inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada tersebut tentu berdampak pada pasal lain, seperti Pasal 40 ayat (1).
"Keberadaan pasal a quo merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka terhadap hal demikian Mahkamah harus pula menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016," ungkapnya.
Adapun isi pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pilkada sebelum diubah yakni, "Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan."
Atas gugatan tersebut, MK memutuskan mengabulkan sebagian dengan amar putusan yang mengubah isi dari Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pilkada sebagai berikut:
Advertisement
Syarat Mengajukan Pasangan Calon Kepala Daerah
Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.