Liputan6.com, Jakarta - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menanggapi soal adanya kekhawatiran sejumlah pihak soal Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) Pilkada untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Hasan menuturkan bahwa hingga kini Jokowi belum berencana menerbitkan perppu.
"Sampai sekarang belum ada Perppu kan," kata Hasan Nasbi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Baca Juga
Dia tak menjawab saat ditanya apakah ke depannya Jokowi akan menerbitkan Perppu Pilkada. Hasan meminta semua pihak mengikuti semua proses pembahasan RUU Pilkada yang tengah bergulir di DPR.
Advertisement
"Kita ikuti saja sekarang yang ada adalah proses pembahasan undang-undang di DPR. Saya rasa bolanya dan hal-hal teknisnya lebih banyak bisa ditanyakan ke DPR," ujar dia.
Hasan menyampaikan pemerintah menghormati putusan MK soal perubahan ambang batas pencalonan Pilkada 2024 dan syarat calon usia kepala daerah. Pemerintah, kata dia, juga menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) dan DPR.
"Pemerintah dalam hal ini menghormati semuanya, menghormati putusan MA, menghormati keputusan MK, dan menghormati kewenangan DPR dalam membentuk undang-undang. Kita lihat saja nanti hasilnya," jelas Hasan.
Dia memastikan, pemerintah akan menjalankan aturan Pilkada yang ditetapkan oleh lembaga pembuat undang-undang.
"Pemerintah kan tugasnya menjalankan undang-undang. Pembuat undang-undang kan cuma 1," ucap Hasan.
PDIP Minta DPR Patuhi Putusan MK, Jangan Cederai Demokrasi
Juru Bicara PDIP Chico Hakim menyinggung soal etika bernegara dalam negara hukum. Hal itu disampaikan usai mengikuti jalannya dinamika rapat Baleg soal beleid Pilkada di Gedung Parlemen Senayan.
Menurut dia, Indonesia adalah negara hukum bukanlah negara kekuasaan yang dimiliki penguasa.
"Kita bicara soal etika bernegara dalam negara hukum bukan negara kekuasaan negara, hukum ada aturan berlaku dan jelas posisi-posisi dari institusi dan andilnya dalam menjalankan negara," kata Chico melalui rekaman suara diterima, Rabu (21/8/2024).Â
Chico menegaskan, posisi dari Mahkamah Konstitusi (MK) adalah mengkoreksi dari undang-undang yang dihasilkan DPR. Maka akan menjadi aneh dan cukup janggal apabila apa yang sudah dikoreksi oleh MK kemudian dikoreksi lagi oleh lembaga lain apapun itu lembaganya.
Chico pun mendesak, semua patuh pada posisi masing-masing dan menjalankan apa yang sudah menjadi putusan dari MK.
"Bukan masalah menghargai, menghormati putusan atau suka atau tidak dengan sebuah keputusan, tapi ini masalah kepatuhan kita sebagai warga negara terhadap aturan-aturan yang sudah disepakati bersama," tegas dia.
Chico meyakini, DPR tidak akan mencederai demokrasi dan bisa menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang kemudian pada proses ini adalah yang dikonsultasikan oleh KPU terkait dengan kepentingan mengubah PKPU.Â
Sehingga nantinya bisa mengikuti apa yang sudah menjadi keputusan dari MK soal syarat partai untuk mengusung calon kepala daerah dan penentuan batas usia kepala daerah.Â
"Kita lihat saja, karena keputusan MK sangat progresif dan berpihak pada rakyat dan demokrasi yaitu memberikan ruang untuk adanya keberagaman dalam pilihan di Pilkada 2024," Chico menandaskan.
Advertisement
Baleg DPR Hanya Setujui Putusan MK untuk Parpol Non Parlemen
Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR membahas Revisi UU Pilkada serta keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di pilkada.
Panja menyetujui syarat pencalonan kepala daerah baru di pilkada yang diputuskan MK hanya berlaku bagi partai non parlemen.
Sementara, bagi partai politik yang memiliki kursi di DPRD tetap mengikuti aturan lama yakni minimal 20 persen perolehan kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah.
Berikut ketentuan pasal 40 yang diubah dalam Panja Baleg DPR:
(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
(2) Partai Politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dengan ketentuan:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilin tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut.