Sukses

Cak Imin Tegaskan Sudah Tidak Bersanding dengan Anies: Kita Sudah Gabung dengan KIM

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, yang akrab disapa Cak Imin, menegaskan bahwa dirinya sudah tidak memiliki niat untuk bersanding dengan Anies Baswedan dalam Pilkada DKI Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menegaskan sudah tidak ada niat lagi untuk bersanding dengan Anies Baswedan dalam Pilkada DKI Jakarta. Mengingat PKB sendiri sudah tergabung dengan koalisi gemuk alias KIM Plus yang mengusung pasangan Ridwan Kamil-Suswono.

"Kita kan sudah gabung dengan koalisi KIM," kata Cak Imin di rumah dinasnya kawasan Jakarta Selatan, Rabu (21/8/2024) malam.

Cak Imin pun tak banyak berkomentar terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60 yang digugat oleh Partai Gelora dan Partai Buruh menjadi peluang bagi Anies yang bisa maju dalam Pilgub DKI Jakarta 2024. "Nanti kita lihat perkembangannya," singkat Gus Imin.

Sekedar informasi, dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 60/PUU-XXII/2024, dinyatakan bahwa partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tanpa kursi di DPRD. Keputusan ini membuka peluang bagi Anies Baswedan untuk kembali diusung pada Pilkada Jakarta.

Namun, dari partai-partai yang memiliki kursi di DPRD DKI Jakarta, hanya PDIP yang merespons positif putusan tersebut dan secara terang-terangan melirik Anies. Sebaliknya, partai-partai yang awalnya mendukung Anies namun kemudian mundur karena kekurangan kursi, memilih untuk menjauh.

Partai-partai ini kemudian bergabung dalam koalisi KIM Plus dan menunjukkan kekompakan mereka di Badan Legislasi DPR untuk menghambat langkah Anies. Mereka sepakat menyiasati putusan MK, yang diperkirakan akan menutup peluang bagi mantan Gubernur Jakarta tersebut untuk kembali dicalonkan.

2 dari 3 halaman

Alasan Baleg DPR Lebih Merujuk MA Ketimbang MK Soal Batas Usia Kepala Daerah

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi menyebut pihaknya lebih condong merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) ketimbang Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai norma hukum dalam menyepakati ketentuan batas usia minimum calon kepala daerah untuk maju pilkada karena lebih eksplisit.

"Atas dasar norma hukum yang lebih eksplisit itulah kemudian kami yang memiliki pandangan hukum, semua fraksi, mayoritas fraksi itu menyepakati memilih yang jelas saja yang sudah berbunyi dalam putusan," kata Awiek, sapaan karibnya, ditemui usai Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Dia menjelaskan bahwa MA dan MK merupakan dua lembaga hukum yang setingkat. Namun, dia mengatakan bahwa putusan MA No.23 P/HUM/2024 lebih jelas mengatur tentang persyaratan usia calon kepala daerah.

"Mahkamah Agung sudah memutuskan terkait dengan klausul usia itu secara jelas, eksplisit menegaskan bahwa calon gubernur atau calon wakil gubernur bersyarat berusia 30 tahun saat pelantikan. Itu bunyi putusan Mahkamah Agung, dan itu bunyi hukum, jelas itu," ucapnya yang dikutip dari Antara.

Sementara itu, dia menyebut putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menolak pengubahan syarat usia minimum calon kepala daerah yang dihitung saat pelantikan pasangan calon terpilih, sebagaimana merujuk pada putusan MA.

"Kemarin putusannya menolak. Menolak itu bukan berarti membatalkan pasal yang sudah ada dan tidak menghapus, tidak mengubah pasal yang ada. Pasal yang ada di Undang-Undang Pilkada itu hanya disebut usia 30 tahun, tidak disebutkan kapan," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

MK Disebut Tak Punya Wewenang dalam Merumuskan UU

Atas dasar itu, Awiek menyebut putusan yang lebih tegas dengan menyebutkan usia 30 tahun disertai dengan keterangan waktu dihitung sejak pelantikan, lebih dipilih pihaknya sebab dianggap mampu memberikan kepastian.

"Nah, bunyi putusan MK kan teman-teman sudah bisa lihat sendiri. Jadi supaya tidak ada kebimbangan, supaya tidak ada kebuntuan maka perlu politik hukum untuk menjembatani persoalan ini dengan melakukan revisi terhadap undang-undang yang kebetulan revisi undang-undang ini sudah diusulkan sejak bulan November 2023," kata dia.

Dia juga menyebut MK tak memiliki kewenangan dalam merumuskan undang-undang sebab menjadi kewenangan DPR RI dan Pemerintah, termasuk dalam hal merumuskan ketentuan batas usia minimum calon kepala daerah untuk maju pilkada melalui revisi UU Pilkada.

"Yang diamanatkan oleh konstitusi itu membentuk undang-undang adalah Pemerintah bersama DPR. Mahkamah Konstitusi sifatnya adalah negatif legislacy, jadi membatalkan ataupun menolak. Bukan merumuskan norma. Merumuskan norma, membuat norma itu tugasnya pembentuk undang-undang," kata dia.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Sumber: Merdeka.com