Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, mengungkapkan pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elistianto Dardak akan mendapatkan suara terbanyak di Pilgub Jatim 2024. Namun, Tri Rismaharini (Risma) bisa jadi ancaman bagi petahana.
Menurut Adib, ada beberapa faktor penting yang menjadi modal kuat Khofifah Indar Parawansa. Pertama, dalam pilkada, masyarakat lebih dominan melihat figur kemudian baru partai politik.
Baca Juga
Figur akan dilihat sejauh mana popularitas, elektabilitas, dan akseptabilitas atau penerimaan figur tersebut di masyarakat, dan sejauh mana calon sudah berbuat atau track record kinerjanya seperti apa.
Advertisement
"Jika dilihat seperti ini, Khofifah lebih diunggulkan lantaran pengalaman lebih banyak dari Tri Rismaharini dan Luluk Nur Hamidah. Apalagi Khofifah juga matang secara organisasi. Dia pernah menjadi anggota DPR, menteri dan gubernur," ujar Adib kepada wartawan di Surabaya, Rabu (4/9/2024).
"Track record itu yang tidak dimiliki dua pesaingnya. Yang paling mendekati saya kira Risma, itu pun hanya wali kota dan menteri," imbuh Adib yang juga Dosen FISIP Unis.
Khusus bagi Khofifah, lanjut Adib, jika bisa mengonversikan figur yang dominan dengan mesin partai yang mendukungnya, maka peluang menang justru akan menjadi lebih besar.
"Kalaupun harus head to head, maka Risma memang yang paling mendekati. Risma figur populer, tapi calon wakil gubernur yang tidak bisa mensupport suara basis elektoralnya," ucap Adib.
"Berbeda dengan Khofifah yang ditunjang dengan Emil Dardak, yang menyumbang suara signifikan terutama kalangan muda gen z. Sementara Risma mungkin hanya didukung wilayah Arek karena pernah menjabat sebagai wali kota di Surabaya," tambah Adib.
Ke mana Suara NU?
Kedua, masih kata Adib, banyak anggapan suara NU akan terpecah. Tetapi hal itu tidak secara signifikan. Kembali lagi ke pilkada, bahwa figur lebih dominan ketimbang partai.
Dijelaskannya, PDIP dan PKB bisa mendapat suara besar di pileg, tetapi nantinya akan berbeda dengan pilkada. Sebab, pada saat pileg, caleg berjuang dan mendapatkan suara, secara otomatis partai juga mendapatkan suara.
"Dan ini pilkada, bukan pileg. Justru saya memprediksi suara pilpres kemarin akan linier dengan suara pilkada. Dengan didukung koalisi KIM, representasi Khofifah adalah Prabowo-Gibran. Sementara Khofifah juga didukung Muslimat yang bisa diandalkan," ujar Adib.
Sebaliknya klaim Luluk yang menyebutkan suara utuh PKB, hal itu diragukan. Identitas politik ke-NU-an dari masing-masing kandidat memang cukup kuat, tapi kalangan nahdliyin juga pemilih rasional.
"Ketiga kandidat secara identitas politik ke-NU-an dari masing-masing cukup kuat, tetapi kalangan nahdliyin juga pemilih rasional. Apalagi Khofifah keuntungannya adalah petahana," kata Adib.
"Dengan demikian keunggulan politik teknokratik yaitu bagaimana menghadirkan visi-misi serta program yang nyata dan realistis untuk masyarakat Jatim, Khofifah sudah membuktikan," sambung Adib.
Oleh sebab itu, menurut Adib, ancaman Khofifah hanya pada Tri Rismaharini. Tetapi, itu juga bukan ancaman serius, sebab Risma hanya populer di wilayah Arek, dan tidak didukung suara wakilnya, seperti Emil Dardak.
Advertisement