Liputan6.com, Jakarta - Bakal wakil calon gubernur Jakarta dari PDIP Rano Karno, menyinggung sosok yang dinilai masih bimbang berlaga di Pilkada Jakarta 2024.
Dia merasa, sosok tersebut menginginkan maju di Pilgub Jawa Barat. Namun, karena diminta untuk berkontestasi di Pilkada Jakarta akhirnya dia maju tidak sepenuh hati.
Baca Juga
"Kalau kita mau tanya sebetulnya dia mau di sini atau mau di tempat lain? Ayo gue mau tanya. Dia mau di Jakarta atau mau di Bandung? Bukan maunya dia di mana, sebetulnya dia mau di sono. Kenapa sekarang dia di sini? Diminta Untuk di sini. Sekarang kalau dia memang di sini, enggak dengan hati," kata Rano Karno, saat paparan di Warung Si Doel, Jakarta, Jumat (6/9).
Advertisement
Lebih lanjut, Rano Karno pun menyinggung pembangunan Giant Sea Wall. Dia menilai, anggaran APBD pemerintah daerah Jakarta tak memadai untuk membangun itu.
"Dulu saya ketua Koordinator, Koordinasi Jabodetabek. Dulu setiap Tahun gubernur berganti Banten, Jawa Barat, DKI. Jadi kita tahu gak mungkin APBD Pemda DKI untuk bangun Giant Sea Wall," imbuh dia.
Tim Pramono-Rano 'Sentil' Ridwan Kamil: Yang Sebelah Mau Bikin Jakarta Jadi Bandung Agak Susah
Tim Pemenangan meyakini bahwa pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta dari PDIP, Pramono Anung-Rano Karno mampu melanjutkan pembangunan mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan.
Wakil Sekretaris Tim Pemenangan Pramono-Rano, Beno Muhamad Ibnu, menyinggung kubu sebelah yang akan membuat Jakarta seperti Bandung agak sulit terwujud.
"Karena posisi yang Mas Pram dan Nang Doel yang bisa meneruskan pembangunan yang dibangun oleh Pak Anies. Kalau posisi sebelah tidak mungkin, karena mau bikin Jakarta jadi Bandung agak susah," kata Beno, saat sambutan di Warung Si Doel, Jakarta, Jumat (6/9). Bahkan, dia menegaskan, anak asli Betawi adalah Rano Karno. Sehingga, akan lebih mudah membangun Jakarta dengan baik.
"Yang anak Jakarta, yang anak Betawi, si Doel. Kalau putra daerah membangun kotanya sendiri, otomatis relate tuh emosionalnya," ujar dia.
"Beda kalau orang dari sebelah mau coba membangun, nah saya khawatirnya bukan terbangun, tapi merubah tradisi dan kultur, itu yang bahaya," sambungnya.
Advertisement
Kultur Jangan Sampai Hilang
Meskipun, kata Beno, Jakarta sudah tak lagi menjadi ibu kota, namun kultur jangan sampai hilang.
"Jakarta memang ibu kota, walaupun sekarang mau pindah ke IKN, Jakarta memang semua kaum urban di Sana. Tetapi soal kebudayaan, soal kultur, itu tidak boleh dihilangkan."
"Jangan sampai Jakarta menjadi Singapura nanti. Atau seperti Australia, yang justru orang-orang asli Jakartanya justru terpikirkan malah bisa dihilangkan. Ini bukan soal politik identitas, ini bukan soal politik primordial," tegas Beno.
"Di Jakarta, suku terbesarnya Jawa. Makanya Mas Pram tidak kita ganti menjadi Bang Pram, tetap saja menjadi Mas Pram. Tidak seperti Kang menjadi Bang," imbuhnya.
Sumber: Alma Fikhasari/Merdeka.com