Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memetakan sejumlah titik rawan di Pilkada Serentak 2024. Ada sejumlah faktor yang menjadikan sebuah daerah masuk dalam pengawasan lebih, salah satunya dikarenakan persaingan kandidat yang sengit, seperti di Jawa Tengah.
“Ya kami sudah mengatensi daerah-daerah yang diidentifikasi rawan konflik, daerah yang diidentifikasi rawan terjadinya apa lah ya, kerusuhan, dan seterusnya, terutama dengan pihak-pihak kepolisian, pihak keamanan,” tutur Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin di Kota Batu, Jawa Timur, Sabtu (9/11/2024).
Baca Juga
Sebab menurutnya, KPU RI meyakini momen Pilkada Serentak kali ini tetap akan menimbulkan letupan persoalan lokal yang berpotensi meriah dan memanas, khususnya saat pembukaan surat suara yang memicu dampak setelahnya.
Advertisement
“Maka kami sangat intensif koordinasi dengan jajaran kepolisian, jajaran TNI. Tidak hanya urusan keamanan, termasuk urusan distribusi logistik untuk kemudian alat-alat alutsista yang sangat mungkin mendukung untuk distribusi logistik juga kami minta kerjasama dengan para pihak,” jelas dia.
Pilkada Jawa Tengah 2024 sendiri menghadirkan pertarungan antar jenderal sebagai kandidat calon kepala daerah, yakni mantan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan mantan Kapolda Jawa Tengah Inspektur Jenderal (Irjen) Ahmad Luthfi.
“Sebagaimana rakor terakhir kemarin misalnya, ada kerawanan yang berkaitan dengan persaingan kandidat yang sangat ketat misalnya Jawa Tengah dianggap meriah. Kemudian ada kerawanan dari sisi teritori dan juga kelaziman keamanan misalnya di daerah Papua, apalagi daerah otonomi baru kan Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Induk, Papua Barat daya, Papua Barat serta Papua pegunungan,” ungkapnya.
“Ini juga diidentifikasi daerah yang biasanya secara keamanan juga ada tantangan, jadi kami sudah mengatasi daerah-daerah tersebut,” Afif menandaskan.
Pilkada Jawa Tengah 2024, Diharapkan Jangan sampai Diwarnai dengan Kampanye Hitam
Tensi politik di Indonesia kian menghangat lantaran helatan Pilkada 2024 yang digelar serentak perlahan sudah dimulai. Tak terkecuali di Jawa Tengah.
Direktur Eksekutif Era Politik (Erapol) Indonesia Khafidlul Ulum berharap, di tengah proses demokrasi di Indonesia menuai sorotan publik, diharapkan para kandidat tak menggunakan cara kampanye hitam, terlebih di Pilkada Jawa Tengah 2024.
"Terkait dengan potensi kampanye hitam ya memang tidak diperbolehkan. Apakah itu soal membuat berita bohong, atau membuat berita kebencian antar masyarakat," kata dia, Minggu (1/9/2024).
Menurut Khafidlul, kampanye negatif terlebih di helatan pilkada akan memantik persoalan yang dapat berbuntut panjang.
Dia mengungkapkan, alangkah lebih baik bila energi para peserta di Pilkada 2024 digunakan untuk menyampaikan gagasan dan solusi.
Sehingga nantinya masyarakat bisa memilih dan menetapkan pilihan dengan pertimbangan baik. Bukan karena kampanye jahat yang dapat menimbulkan perpecahan.
"Kampanye hitam Itu kan akan memecah belah dan itu nanti tidak hanya dampaknya sekarang, agak lama. Kalau itu nanti digoreng terus, kan nanti akan menggumpal gitu kan. Sehingga itu menjadi bibit pertengkaran, adu domba di tengah masyarakat," pungkasnya.
Advertisement
Jika Calon Tunggal Kalah di Pilkada 2024, Ini yang Terjadi
Ketua Divisi Teknis Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik mengatakan, ketika calon tunggal kalah maka sesuai ketentuan Pasal 54 D ayat 3, ada pilkada ulang yang dapat diselenggarakan pada tahun berikutnya atau sesuai jadwal lima tahun sekali.
"Jika nanti diselenggarakan di tahun berikutnya berarti pemilihan akan diselenggarakan pada bulan November 2025," kata Idham saat dihubungi di Jakarta, Minggu (1/9/2024).
Idham mengatakan, sesuai aturan yang ada, calon tunggal pada Pilkada 2024 harus memperoleh lebih dari 50 persen suara sah, dan jika tidak maka daerah tersebut dipimpin oleh penjabat.
"Jika hasil pemilihan nanti, di mana calon tunggal tidak memperoleh suara lebih dari 50 persen, maka pemerintah menugaskan penjabat gubernur, bupati, atau wali kota," tutur dia seperti dilansir dari Antara.
Idham menjelaskan, sesuai aturan yang tercantum itu terdapat dua alternatif ketika calon tunggal tidak dapat memperoleh lebih dari 50 persen suara sah.
Menurut dia, dua alternatif tersebut yaitu mengadakan pilkada ulang pada tahun berikutnya, dan bisa juga kebijakan itu dilaksanakan sesuai jadwal yang termuat dalam peraturan perundang-undangan sesuai Pasal 3 ayat 1 UU nomor 8 tahun 2015 di mana penyelenggaraan pilkada dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
"Berarti ada dua alternatif tahun penyelenggaraan pilkada diulang kembali pada tahun berikutnya, atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Idham menambahkan, sampai tanggal terakhir pendaftaran yaitu pada 29 Agustus 2024 terdapat 43 calon tunggal terdiri dari satu provinsi, lima kota, dan 37 kabupaten.