Liputan6.com, Bandung - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat mencatat, setidaknya ada tiga partai tidak mencalonkan calonnya ke DPRD Kabupaten/Kota untuk mengikuti kontestasi Pileg 2019.
Baca Juga
Advertisement
Pertama, yaitu PKPI yang tidak mencalonkan kadernya di 11 kabupaten/kota. Diikuti Partai Garuda di 3 kabupaten kota dan Partai Berkarya di 2 kabupaten/kota.
"Sangat disayangkan parpol yang terdaftar tadi tidak mendaftarkan calon. Ini juga menunjukkan kesiapan parpol di dalam mengikuti kontestasi pileg," kata Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Jabar, Abdullah, dalam keterangan di Kantor Bawaslu Jabar, Rabu (18/7/2018).
Selain itu, pihaknya juga menemukan ada bacaleg yang juga mantan pidana korupsi di tingkat pemilihan DPRD kabupaten/kota.
"Yang penting dalam catatan kita, di tingkat kabupaten/kota ada calon yang pernah terpidana kasus korupsi. Melihat fenomena tersebut kami akan lihat verifikasi nanti apakah partai konsisten pada pakta integritas atau tidak, kemudian apakah partai mengganti calon lain," kata Abdullah.
Dia menyebutkan, seluruh parpol sudah menyertakan pakta integritas terhadap bacaleg yang didaftarkan. Hanya saja, lanjut Abdullah, pihak KPU harus memverifikasi pakta tersebut sebelum dinyatakan lolos.
"Tanggal 19-21 Juli teman-teman di KPU akan akan mengecek apakah seluruh persyaratan memenuhi unsur syarat pencalonan," tuturnya.
Berdasarkan pengawasan pihaknya, seluruh partai politik mematuhi jadwal pendaftaran calon mulai dari 4-17 Juli 2018. Abdullah menuturkan, meski 16 parpol mematuhi pendaftaran bacaleg, hanya 8 partai yang mencalonkan 100 persen anggotanya atau 120 alokasi kursi untuk DPRD Provinsi Jawa Barat.
Kedelapan parpol yaitu PKB, Gerindra, PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem, Perindo dan Demokrat. Sementara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) mendaftarkan bacaleg masing-masing berjumlah 61, 32 dan 27 orang.
Selain itu, Bawaslu juga melihat kendala yang dialami partai politik terutama dalam mengunduh formulir dan memasukan data calon dalam aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon). Kendala menggunakan Silon dalam proses pendaftaran mengakibatkan partai politik membutuhkan waktu untuk memasukkan data dan menunda pendaftaran ke KPU.
"Kesiapan KPU dalam menyiapkan Silon yang dikeluhkan sejumlah parpol. Kendalanya dalam hal teknis seperti dalam menginput data dan jaringan tidak stabil," tambah Abdullah.
Padahal menurutnya, Silon adalah instrumen yang diharapkan membantu pencalonan. Namun hal itu justru menjadi variabel penghambat.
"Dalam PKPU, Silon ini menjadi syarat peserta pemilu dalam pencalonan. Sebab seluruh syarat harus diunggah di Silon," jelasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Siap Mengawasi Keterwakilan Caleg Perempuan
Sementara itu, Koordinator Divisi Sosialisasi Bawaslu Jabar Lolly Suhenti menambahkan, keterwakilan perempuan secara aturan formal sudah terpenuhi dari pantauan Bawaslu.
Lolly menyebutkan, berdasarkan PKPU No 20 Tahun 2018, selain bagian pencalonan harus ada sekurang-kurangnya 30 persen perempuan pada daftar calon juga harus menggunan sistem semi zipper. Keduanya menurut Lolly sudah memenuhi unsur.
"Hanya saja yang jadi perhatian kami dari analisa data awal adalah bahwa pencapaian persentase tertinggi keterwakilan perempuan," ucapnya.
Lolly menjelaskan, persentase tertinggi yaitu PKPI dengan 53,13% yang mencalonkan 17 perempuan dari 32 bacaleg yang diajukan. Diikuti PSI sebanyak 40,98% (25 perempuan dari 61 bacaleg) dan Partai Garuda sebesar 40,74% (11 perempuan dari 27 bacaleg).
Akan tetapi, jika diambil analisa berdasarkan 100% jumlah caleg yang didaftarkan, tiga partai tertinggi dengan persentase keterwakilan perempuan adalah PKB, Demokrat dan Perindo.
"Tentu kami berharap dari dalam proses penelitian yang dilakukan KPU, kita akan bisa melihat sejauh mana konsistensi partai ini terkait penempatan terhadap caleg perempuan. Nanti kita akan lakukan analisa mendalam terkait hal ini," tegasnya.
Advertisement