Sukses

Mendagri Tak Setuju Larangan Kampanye di Sekolah dan Pesantren

Tjahjo menyerahkan keputusan apakah kampanye di sekolah dan pesantren dibolehkan atau tidak oleh ke KPU.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengaku tak memasalahkan para peserta Pemilu di 2019 melakukan kampanye di Sekolah ataupun Pondok Pesantren. Sebab, kata dia, para pelajar di sana juga memiliki hak pilih.

"Enggak ada masalah kan sekolah-sekolah, pondok pesantren kan punya hak pilih, SMA kan punya hak pilih. Saya kira sosialisasi Pemilu, kampanye Pemilu semua lini masyarakat kita harus Didatangi" ujar Tjahjo Kumolo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10/2018).

Namun demikian, dia menyerahkan keputusan apakah kampanye di sekolah dan pesantren dibolehkan atau tidak ke KPU. Menurut dia, pihaknya tidak bisa mengintervensi keputusan terkait aturan Pemilu.

"Koordinasi saja dengan KPUD, karena yang bertanggungjawab untuk suksesnya Pileg dan Pilpres, penjabaran UU dan PKPU adalah KPU, pemerintah pun tidak intervensi, semua harus taat harus tunduk sebagaimana aturan yang diatur KPU," ungkap dia.

Politikus PDI Perjuangan ini juga mengingatkan kepada kepala daerah untuk tidak menggunakan wewenangnya mempengaruhi pegawainya mendukung salah satu capres-cawapres. Terlebih lagi jika menggunakan aset daerah untuk kepentingan pribadi di pilpres mendatang.

"Kalau kepala daerah deklarasi boleh-boleh saja, tapi jangan mengajak ASN-nya, jangan menggunakan anggaran aset daerah, itu aja saya kira," ucap dia.

 

 

2 dari 2 halaman

KPU Melarang

Sebelumnya, KPU menekankan proses kampanye dalam Pemilu dan Pemilihan Presiden 2019 tidak bisa dilakukan di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang digunakan di kampus dan pesantren.

Larangan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), pasal 280 ayat (1) h menyebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. Sanksi hidden bagi seluruh pihak yang meningkatkan aturan adalah yang paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.

Reporter: Sania Mashabi

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: