Sukses

Nasib Pencalegan OSO Belum Jelas, Pengacara Surati Bawaslu

Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) tetap berjuang demi bisa menjadi caleg DPD dari Dapil Kalimantan Barat (Kalbar) pada Pileg 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) tetap berjuang demi bisa menjadi caleg DPD dari Dapil Kalimantan Barat (Kalbar) pada Pileg 2019. Wakil Ketua MPR itupun mengirimkan surat ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melalui pengacaranya.

‎"Kami telah menyampaikan Surat Nomor 096/TUN-YIM/I&I/XII/18 kepada Bawaslu RI, perihal permohonan agar memerintahkan KPU melaksanakan Putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT tgl 14 November 2018," ujar pengacara OSO, Gugum Ridho Putra seperti yang dilansir dari Jawapos, Jumat 7 Desember 2018.

Menurut dia, surat yang diajukan ke Bawaslu ini sebagai tanggapan atas sikap KPU yang tidak kunjung melaksanakan Putusan PTUN Jakarta. Padahal, ketentuan UU 7/2017 dan Perma 5/2017 mewajibkan KPU menjalankan putusan itu maksimal tiga hari setelah dibacakan.

Ketentuan Pasal 1 angka 7 juncto angka 17 UU Pemilu menentukan, Bawaslu juga adalah penyelenggara pemilu dengan status sebagai pengawas pemilihan umum. Salah satu tugasnya tertuang dalam Pasal 93 huruf g angka 3, yakni mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu.

Oleh karena itu, meskipun putusan PTUN Jakarta hanya memerintahkan KPU untuk menjalankan amar putusannya, dia dapat meminta Bawaslu untuk mendesak KPU. Bawaslu memiliki wewenang untuk mengawasi pelaksanaan putusan itu.

"Sehingga Bawaslu wajib memastikan KPU untuk sesegera mungkin menjalankan putusan tersebut," kata OSO.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Kata KPU

Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan syarat kepada Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) agar mengundurkan diri dari kepengurusan partai jika ingin masuk daftar calon tetap (DCT).

"Tetap, kan putusan MK harus saya jalankan. Jadi tetap harus undur diri," kata Arief di kantornya, Jalan Imam Bonjol Jakarta, Selasa (4/12/2018).

Namun Arief enggan membeberkan kapan OSO akan diminta mengundurkan diri. Sebab pihaknya sedang membuat rujukan dan hukum yang tetap.

"Baik dokumen soal pelaksanaan, tahapan-tahapan yang detail dan spesifikasi itu. Di tahapan PKPU itu kan global, pencalonan, produksi logistik, terus apa gitu, kan kami punya hal-hal detail soal itu. Nah itu sedang dicari mana tanggalnya dan lainnya," papar Arief.

Nantinya, pihaknya kata Arief akan memberikan surat pemberitahuan. Tetapi dia belum bisa membeberkan syarat tersebut.

"Nah nanti detailnya ini di surat. Tapi putusan itu sudah diambil kemarin, subtansinya seperti ini nah rumusan teknisnya kan tinggal dirumuskan. Dicari pasalnya pasal berapa. Dasar hukumnya apa. Sedang kita catat," papar Arief.

3 dari 3 halaman

Akar Masalah

Sebelumnya polemik tersebut muncul saat KPU mencoret nama OSO dari Daftar Calon Tetap (DCT) DPD RI. Bersamaan dengan itu keluar putusan MK yang menyatakan anggota DPD tidak boleh diisi pengurus partai politik.

Setelah putusan MK, keluar pula putusan MA yang menyatakan bahwa putusan MK itu tidak berlaku surut sehingga semestinya OSO tidak dicoret dari DPT anggota DPD RI untuk Pemilu 2019.

Seiring dengan itu OSO pun menggugat KPU RI ke PTUN Jakarta, agar memasukkan namanya kembali dalam DCT. Dalam putusannya PTUN Jakarta mengabulkan gugatan OSO itu dan memerintahkan KPU RI menerbitkan DCT anggota DPD dengan memasukkan nama OSO.