Sukses

Lolos Jadi Calon DPD, Kuasa Hukum OSO Tetap Nilai Bawaslu Tak Patuhi PTUN

Bawaslu meloloskan gugatan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) untuk maju sebagai calon anggota DPD pada Pemilu 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Bawaslu meloloskan gugatan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) untuk maju sebagai calon anggota DPD pada Pemilu 2019. Meski OSO akan tercatat dalam DCT, Bawaslu juga mewajibkan OSO mundur dari kepengurusan parpol bila terpilih.

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum OSO, Herman Qadir menyebut keputusan Bawaslu itu tidak mematuhi keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Kami menilai bahwa putusan ini tidak sepenuhnya mematuhi perintah putusan PTUN. Sebab masih ada embel-embel pengunduran diri juga. Walaupun itu terakhir atau satu hari sebelum di SK kan. Jadi OSO akan masuk di DCT dulu," kata Herman di Gedung Bawaslu RI, Rabu (9/1/2019).

Padahal menurut Herman, keputusan PTUN itu setara dengan undang-undang.

"Kami nilai putusan Bawaslu juga tidak mengakomodir putusan PTUN. Sebab putusan PTUN itu adalah putusan yang final mengikat. Dia sifatnya sama dengan putusan MK. Kekuatannya sama dengan putusan MA. Dia selevel UU," ucap Herman.

Herman juga menilai keputusan Bawaslu tidak mengakomodir tuntutan kliennya. "Belum mengakomodasi sepenuhnya putusan Bawaslu ini. Sebab ada perintah yang tadi saya bilang. Setelah terpilih, satu hari sebelum ditetapkan kan harus serahkan Surat undur dirinya juga," ucap dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Putusan Bawaslu

Sebelumnya, Bawaslu memerintahkan KPU tidak menetapkan Oesman Sapta Odang sebagai calon terpilih bila tidak mengundurkan diri sebagai pengurus parpol.

"Paling lambat satu hari sebelum penetapan calon terpilih anggota DPD," kata Abhan membacakan poin kelima amar putusan.

Meski demikian, Bawaslu meminta nama OSO dimasukkan ke Daftar Calon Tetap anggota perseorangan alias DPD.

Putusan Bawaslu dibacakan menyusul hasil putusan gugatan OSO ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). OSO mengajukan gugatan karena KPU tidak memasukan namanya ke dalam daftar calon anggota DPD. KPU pun mengirimkan surat kepada OSO agar segera mundur dari jabatan politiknya jika ingin masuk ke DCT.

Sikap KPU dikuatkan dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang melarang ketua umum partai politik mana pun rangkap jabatan sebagai anggota DPD.

Pandangan tersebut bertolak belakang dengan OSO yang menganggap surat dari KPU bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung bernomor 65/P/U/2018 tanggal 25 Oktober 2018 yang menyatakan putusan MK baru berlaku pada Pemilu 2024. Putusan MA itu diperkuat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-Jakarta tanggal 14 November 2018.