Sukses

Dugaan Kriminalisasi KPU, Aturan Tak Sinkron Disebut Jadi Sebab

Komisioner KPU dilaporkan Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) ke polisi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilaporkan Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) ke polisi. Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai, pelaporan itu merupakan hasil dari tidak sinkronnya aturan yang ada.

"Ini sebetulnya bukan KPU-nya, tapi ini efek dari aturan yang bertolak belakang satu sama lain," kata Ray di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 30 Januari.

Menururt dia, KPU telah menjalankan tugasnya sesuai konstitusi, dasar hukum tertinggi di Indonesia. Sementara putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan calon anggota DPD bukan lah pengurus partai politik.

"Tiga institusi pembuat aturan ini akhirnya KPU yang harus menanggung. Jelas ini akan berdampak pada pelaksanaan teknis," ujar Ray.

KPU memastikan Oesman Sapta Odang (OSO) tidak masuk ke dalam daftar calon tetap (DCT) calon anggota DPD pada Pemilu 2019. Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik menjelaskan proses produksi surat suara tetap berjalan tanpa ada nama OSO.

Evi mengatakan hal itu dilakukan karena OSO tidak menyampaikan surat pengunduran diri sebagai pengurus parpol hingga batas waktu yang ditentukan pada pukul 24.00 WIB, Selasa 22 Januari.

"Setelah batas waktu yang sudah ditentukan (OSO) tidak menyerahkan (surat pengunduran diri) ya kami tidak mengubah DCT. DCT tidak kami ubah sebab kami tidak memasukkan nama OSO," ujar Evi di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta Pusat.

Sementara itu, dua komisioner KPU, Arief Budiman dan Pramono Ubaid memenuhi panggilan Polda Metro Jaya pada Selasa 29 Januari malam. Ada 20 pertanyaan yang diajukan kepada keduanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pembajakan Pemilu

Kelompok lintas organisasi mengecam keras tindakan Oesman Sapta Odang (OSO) yang melaporkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Polda Metro Jaya. KPU dilaporkan lantaran dianggap tidak menjalankan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mahkamah Agung, dan Pengadilan Tata Usaha Niaga yang memutuskan KPU memasukan nama Ketua Umum Partai Hanura itu ke daftar calon tetap anggota DPD.

Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan dilaporkannya komisioner KPU ke polisi merupakan upaya pembajakan proses Pemilu. Ia menilai, KPU merupakan lembaga independen yang sedang menjalankan konstitusi, dasar hukum tertinggi Indonesia.

"Bagaimana mungkin penyelenggara yang menaati keputusan Mahkamah Konstitusi dapat dipidanakan," ujar Lucius di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat

Kritik juga disasar ke pihak kepolisian. Menurut Lucius, di masa Pemilu saat ini korps Bhayangkara seharusnya memilah tindak lanjut laporan yang berpotensi menimbulkan delegitimasi penyelenggaraan Pemilu.

"Kepolisian harusnya responsif terhadap penyelenggaraan Pemilu dan tidak mengutamakan laporan-laporan yang berpotensi membajak Pemilu," tukasnya.

Selaras dengan Lucius, mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay meminta polisi bijak atas laporan terhadap komisoner KPU. Ia khawatir, jika laporan terus diproses tanpa ada pertimbangan konstitusi Pemilu akan kacau balau karena penyelenggara Pemilu terjerat hukum.

"Saya khawatir betul Pemilu kita akan berantakan dimana penyelenggaranya itu akan dijebloskan atas tindakannya yang sebetulnya itu tidak ada yang dilanggar," kata Hadar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.