Sukses

Pileg Kalah Gaung dari Pilpres, Benarkah?

Pemilu serentak yang dilaksanakan pada 17 April 2019 mendatang membuat sisi dilematis terhadap pemilihan anggota legislatif dikarenakan kalah pamor dengan pemilihan presiden.

Liputan6.com, Jakarta - Pemilu serentak yang dilaksanakan pada 17 April 2019 mendatang membuat sisi dilematis terhadap pemilihan anggota legislatif dikarenakan kalah pamor dengan pemilihan presiden.

Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby mengatakan, berdasarkan hasil survei pembicaraan di masyarakat, 90 persen membahas pemilihan presiden ketimbang pemilihan legislatif.

Dari angka tersebut, kata Adjie, membuat popularitas partai politik dan calon legislatif tenggelam.

"Dominasi pilpres membuat partai politik dan caleg tenggelam dalam semangat pilpres," ujar Adjie dalam diskusi, Jakarta Pusat, Sabtu (23/2/2019).

Dia menambahkan, beban pileg dan caleg semakin tenggelam dengan adanya aturan presidential threshold sebesar 20 persen. Jika aturan ini terus berlaku di pemilihan berikutnya, bukan tidak mungkin porsi pemilu saat ini akan terulang di pemilihan lima tahun ke depan.

"Soal efek positif ke partai politik punya peluang yang sama memenangkan pileg. Problemnya PT (presidential threshold) 20 persen saya menduga pemilu selanjutnya (menguntungkan) akan partai-partai politik yang saat ini punya capres," jelasnya.

Di samping itu, Adji mengatakan sosialisasi pemilu serentak dinilai belum maksimal. Terbukti dari survei LSI Denny JA yang menyatakan masyarakat tidak tahu tanggal penyelenggaraan pemilu.

"Mereka tahu bulan April ada pemilu tapi mereka banyak yang salah saat menjawab tanggal penyelenggaraan pemilu," tukasnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Pileg Tenggelam

Sementara, anggota DPR RI Mahfuz Sidik mengatakan, masyarakat seolah lebih berfokus pada pilpres daripada pileg dalam Pemilu Serentak 2019. Ia menyebut, gaung Pileg tenggelam oleh hingar bingar pilpres.

"Rasanya kalau kita keliling di berbagai daerah, mencoba meraskaan denyut pileg, itu jauh kalah dengan denyut pilpres. Bukan saja antensi, partisipasi masyarakat pemilih, tetapi partai dan caleg-caleg juga seperti tenggelam, tergerus oleh arus besar," kata Mahfuz dalam diskusi di keasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/2/2019).

Menurut Mahfuz, masyarakat lebih mudah mengenali dua paslon capres cawapres dibandingkan mengenali ribuan caleg yang harus dikenali. Karena itu, ia meminta tidak hanya KPU melainkan juga masyarakat dapat memberikan perhatian lebih untuk mengenali calon wakil rakyat.

"Artinya masyarakat harus punya ruang perhatian, ruang partisipasi lebih besar di pileg," ucapnya.

Sementara itu, Peneliti Politik Perludem, Heroik M. Pratama mengatakan tujuan awal pemilu serentak untuk menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14. Dia mengakui Pileg terasa kurang gaungnya dibandingkan Pilpres. Padahal tujuan pemilu serentak adalah efisiensi anggaran politik.

"Ada dua tujuan yang ingin dicapai pertama soal efisiensi tadi meskipin politik butuh anggaran tapi postur anggaran pemilu dibiayai penyelenggara. Esensi utama pemilu serentak untuk efektivias pemerintahan," ucapnya.

Sudah menjadi tugas KPU, lanjut Heroik untuk memberi sosialisasi lebih baik bagi Pileg. Namun, caleg juga tak boleh hanya berkampanye lewat peraga kampanye saja. “KPU daerah supaya lebih gencar (sosialiasasi), begitu juga calegnya temui masyarakat langsung,” ucapnya.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka