Liputan6.com, Jakarta - Rakyat Indonesia akan merayakan pesta demokrasi terbesar tahun ini. Pada pemilu yang digelar 17 April 2019 mendatang, masyarakat akan memilih calon presiden dan wakil presiden serta calon wakil rakyat.
Namun, rupanya tak sedikit masyarakat dibuat pusing dengan banyaknya caleg yang ikut berkompetisi untuk mendapat kursi di parlemen. Pasalnya, sebagian besar caleg terutama petahana masih menggunakan model kampanye kuno dengan berjibaku memasang atribut kampanye tanpa ada gagasan inovatif atau kontribusi awal di masyarakat.
Begitu pula dengan caleg yang baru berkiprah di dunia politik, mereka maju tanpa visi misi yang jelas dan terkesan enggan bertatap muka langsung dengan masyarakat.
Advertisement
Kondisi ini membuat masyarakat bingung untuk mengunakan hak suaranya dalam pemilihan legislatif DPRD Kota/Kabupaten, DPRD Provinsi, DPD, dan DPR RI.
"Saya nggak tahu harus memilih siapa, orang-orang yang terpilih sebelumnya juga tidak memiliki kontribusi nyata dan aksi kreatif," kata Marshudi, warga Ciomas, Kabupaten Bogor, Minggu, 31 Maret 2019.
Tak hanya itu, wakil rakyat yang terpilih pada periode sebelumnya cenderung berperilaku negatif. Hanya mementingkan kepentingan diri dan kelompok partainya sendiri.
"Banyak tuh di media anggota dewan ditangkepin KPK karena suap, korupsi. Banyak juga setelah jadi nggak inget sama rakyat yang memilihnya," ujar pemilik bengkel motor ini.
Senada diungkapkan Fitriani, ia mengaku kebingungan dalam penggunaan hak suaranya di pemilu. Pasalnya selama ini ia tidak memilik rekam jejak setiap caleg.
"Sampai sekarang belum ada calon wakil rakyat yang benar-benar turun ke wilayah untuk bersosialisasi," kata warga Cilendek Barat, Kota Bogor.
Perempuan berusia 23 tahun ini mengaku hanya melihat wajah dan nomor urut mereka dalam baliho yang terpampang di pinggir jalan, tanpa mengetahui secara jelas visi dan misi mereka sebagai penyambung lidah rakyat itu.
"Jujur, sampai sekarang saya masih galau. Kalau capres kan cuma ada 2 calon. Nah ini caleg banyak, kalau saya asal pilih ternyata ga amanah gimana coba," terang dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Berpotensi Tak Dicoblos
Ketua KPU Kota Bogor, Samsudin mengatakan, pihak KPU hanya sebatas memberikan imbauan kepada setiap caleg untuk turun ke wilayah dan menyampaikan visi misi mereka kepada masyarakat.
Sebab, kegiatan turun langsung ke masyarakat membawa dampak positif bagi para caleg itu sendiri. Selain bisa saling mengenal satu sama lain juga dipastikan akan memperoleh dukungan masyarakat.
"Harusnya partai dan caleg kerjasama untuk jika ingin mendapat suara masyarakat," kata dia.
Apabila cara ini tidak dilakukan, dia khawatir pada pemilu mendatang banyak surat suara legislatif yang tidak sah atau tidak dicoblos oleh masyarakat karena mereka bingung harus memilih siapa.
"Mungkin (tidak mencoblos caleg). Tapi mudah-mudahan itu tidak terjadi. Tahun 2014 juga surat suara banyak tapi masyarakat mencoblos semua," kata dia.
Sementara itu, Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Bogor, Heri Setiawan menyatakan, yang berhak menyelenggarakan sosialisasi pendidikan pemilih adalah para kontestan dan partai politik peserta pemilu.
"Oleh karena itu para kontestan wajib lebih giat lagi melakukan sosialisasi atau terjun langsung agar pemilih tidak bingung," tegas Heri.
Heri juga memiliki kekhawatiran yang sama, pada Pemilu 2019 mendatang masyarakat lebih memilih tidak menggunakan hak pilihnya untuk caleg DPRD Kabupaten Bogor, DPRD Provinsi, DPD, dan DPR RI.
"Ya kemungkinan itu besar terjadi seperti saat simulasi di Desa Nagrak, Kecamatan Gunungputri akhir Februari lalu, banyak surat suara tidak dicoblos karena bingung harus pilih siapa," terang Heri.
Â
Advertisement