Sukses

Politikus Gerindra Sebut Quick Count Tidak Pernah Meleset

Meski demikian, Pius mengatakan setepat apa pun hitungan Quick Count, itu bukanlah pengumuman resmi.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP Gerindra Pius Lustrilanang mengakui hitung cepat atau quick count perolehan suara Pilpres yang digelar sejumlah lembaga survei tidak pernah meleset sejak 2004.

“Berbeda dengan Pilpres 2014, Pilpres kali ini, tidak ada dispute di antara para penyelenggara QC. Semua berkesimpulan sama: Jokowi-Amin menang di kisaran 8-10 persen. Sejak diperkenalkan di Pilpres 2004, QC belum pernah meleset memprediksikan secara ilmiah pemenang suatu kontestasi,” tulis Pius dalam cuitan di akun twitter-nya, Jumat (19/4/2019).

Hitung cepat Pemilu 2019 yang dilakukan sejumlah lembaga survei menuai polemik. Kubu Prabowo-Sandi berpendapat hitung cepat yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei tersebut memihak dan menggiring opini.

Meski demikian, Pius yang juga menjabat sebagai Panglima Relawan Roemah Djoeang mengatakan setepat apa pun hitungan Quick Count, itu bukanlah pengumuman resmi.

“Yang resmi adalah real count bertahap dan berjenjang oleh KPU mulai dari TPS, Kecamatan, kabupaten, Provinsi, dan terakhir di Pusat,” kata dia.

Terkait kredibilitas lembaga survei, pengamat politik Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menyarankan adanya transparansi metode dalam melakukan hitung cepat.

“Metode yang salah akan membuahkan hasil yang salah. Oleh karena itu transparansi menjadi penting kepada publik. Sehingga apa? Ada pertanggungjawaban publik,” ujar Ujang saat dihubungi.

 

2 dari 2 halaman

Dituntut Adanya Keterbukaan

Keterbukaan, menurut Ujang membuat publik tidak akan menilai bahwa hasil hitung cepat atau exit poll disengaja untuk menguntungkan salah satu kandidat.

“Jadi saya secara objektif menilai ketika lembaga surveinya kredibel, metodologinya bisa dipertanggungjawabkan dan benar, bisa menjadi referensi yang baik untuk masyarakat,” ujarnya.

Tetapi, kata Ujang, ada juga lembaga survei yang tidak kredibel yang memang dibayar untuk mengatrol calon-calon tertentu.

Lebih lanjut, Ujang berkata, tudingan keberpihakan lembaga survei kepada salah satu kandidat seharusnya tidak terjadi. Sebab, seluruh kandidat juga menggunakan jasa lembaga survei.

“01 dan 02 itu memang memiliki lembaga survei masing-masing. Jadi memang ada pembanding. Mereka punya survei masing-masing yang dibayar oleh kedua kubu yang kebetulan yang banyak menang di kubu 01,” ujarnya.

Namun menurutnya, ketika lembaganya kredibel, melakukan dengan metode yang bagus dan presisi, hal itu bisa dipertanggungjawabkan.

Terkait simpangsiur data hasil penghitungan suara, Ujang menyarankan agar semua pihak menunggu hasil real count yang dilakukan oleh KPU.

“Sehingga kita berdemokrasi ini tidak menduga-menduga, tidak saling menyalahkan. Artinya lembaga survei juga berhak, berwenang untuk mempublikasi hitung cepat dan exit poll-nya karena ada aturan MK. Jadi tidak bisa melaporkan dan sebagainya,” ujarnya.