Liputan6.com, Jakarta - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengatakan, Pemilu 2019 adalah terburuk pascareformasi. Namun, hal ini dibantah oleh Direktur Bidang Saksi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Lukman Eddy.
Dia menuturkan, justru tahun 2019 adalah pemilu yang terbaik. Sebab, pemilu kali ini memiliki jumlah partisipasi yang tinggi, yaitu 77 persen dari target KPU. Bahkan, pemilihan presiden mencapai 80 persen.
"Dari sisi ini pemilu di Indonesia menjadi pemilu dengan partisipasi tertinggi di negara-negara demokrasi, terutama dengan sistem rekruitmen pemilih secara pasif (sukarela)," ucap Lukman di Jakarta, Minggu, 21 April 2019.
Advertisement
Selain itu, masih kata dia, situasi keamanan dan tertib.
"Negara dalam keadaan aman dan tenteram, tidak seperti negara lain proses periodesasi kepemimpinan selalu menghadapi konflik yang keras," ungkap politikus PKB ini.
Kemudian, menurut dia, pilar-pilar demokrasi berjalan sesuai dengan tugasnya masing-masing. Tidak ada yang merasa terhambat aspirasinya. Partai politik, penyelenggara pemilu, media massa dan masyarakat, mengikuti semua tahapan dengan baik.
"Tahapan-tahapan pemilu, mulai dari rekruitmen penyelenggara, rekruitmen peserta pemilu, rekruitmen kandidat, masa kampanye, masa minggu tenang, hari H pemilu, dan sekarang penghitungan dan rekapitulasi berjalan dengan baik. Mudah-mudahan masa penetapan anggota legislatif dan presiden terpilih juga sesuai jadwal," jelas Lukman.
Bahkan, kata dia, beberapa ahli dan pengamat menyebut pemilu di Indonesia akan menjadi contoh bagi negara-negara demokrasi lainnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pemilu Paling Buruk?
Sebelumnya, Bambang menuturkan, Pemilu 2019 paling terburuk, lantaran dia khawatir, yang keluar sebagai presiden tak sesuai dengan hasil pemenang Pilpres sesungguhnya akibat kecurangan.
"Pemilu kali ini disebut sebagai pemilu terburuk pascareformasi. Sebetulnya yang dikhawatirkan ada tiga hal. Pertama jangan sampai yang memenangkan pemilu lain, yang mendapatkan suara terbanyak lain, tapi yang menjadi presiden orang lain juga," katanya.
"Kalau itu terjadi sebenarnya kita sedang mendorong negara ini sampai di bibir jurang, karena ini berbahaya sekali,"Â katanya.
Advertisement