Sukses

Perludem Anggap Pemilu Serentak Sangat Membebani Penyelenggara

Perludem menilai, pemilu kali ini membuat masyakat tidak fokus untuk memilih calon anggota legislatif.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, Pemilu Serentak 2019 perlu dievaluasi.

Titi mengatakan, pelaksanaan pemilu kali ini terlalu membebani penyelenggara pemilu terutama Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Serta juga membebani para peserta pemilu.

"Setidaknya ada beberapa hal yang harus kita evaluasi, yang pertama pemilu borongan lima surat suara dari sisi beban penyelenggaraan sangat tidak kompatibel bagi kapasitas penyelenggara pemilu kita untuk bisa bekerja secara baik dan proporsional," kata Titi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5/2019).

Pemilu kali ini pun dinilai Titi tidak berjalan secara adil. Sebab, masyarakat lebih fokus pada pelaksanaan pemilu presiden saja dan meninggalkan pemilu legislatif.

"Kemudian juga membuat pemilu legislatif menjadi di bawah bayang-bayang penyelenggaraan pemilu presiden," ungkapnya.

Ia menambahkan, pemilu kali ini membuat masyakat tidak fokus untuk memilih calon anggota legislatif. "Akhirnya caleg pun mestinya ditelusuri rekam jejaknya, ditelusuri apa programnya tidak dinilai secara proporsional dan baik oleh para pemilih," ujarnya.

Titi berharap, ke depannya format pemilihan serentak tidak lagi digunakan pada pemilu di tahun mendatang.

"Jadi kami mengusulkan legislator produk pemilu langsung bekerja merumuskan undang-undang pemilu sebagai evaluasi dari penyelenggaraan pemilu 2019 hingga 2024, paling lambat tahun 2021 kita sudah punya Undang-Undang pemilu yang betul-betul merefleksikan hasil evaluasi kita," ucapnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Korban Jiwa Terbanyak

Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut terjadi peningkatan korban jiwa pada Pemilu Serentak 2019.

Korban jiwa yang dimaksud Titi adalah para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

"Jadi memang tahun ini, kalau saya bandingkan dengan 2004, 2009, dan 2014, 2019 adalah peristiwa di mana korban jiwa itu paling banyak," ungkap Titi di kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Minggu (21/4/2019).

Titi meminta pemerintah segera mengevaluasi Pemilu 2019. Menurutnya, kasus meninggalnya petugas KPPS karena kelelahan saat proses penghitungan suara tidak boleh kembali terulang.

Titi pun menyayangkan tidak adanya asuransi yang diberikan untuk para petugas KPPS. Sebab, ia menganggap, beban kerja petugas KPPS pada Pemilu Serentak 2019 lebih banyak.

"Menurut saya kepada para petugas yang mengalami, menjadi korban jiwa dan yang sakit atau pun luka karena kecelakaan kerja, harusnya negara memberi kompensasi yang sepadan. Saat ini mereka tidak mendapatkan asuransi kesehatan, kematian, atau pun ketenagakerjaan," tukas Titi.