Sukses

5 Arahan Jokowi untuk TNI-Polri hingga Cegah Penularan Covid-19 di Tengah Pilkada 2020

Selain meminta para calon pemimpin daerah taat dalam menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi, Jokowi juga mengingatkan TNI-Polri bersikap netral selama pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyoroti sejumlah hal terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19.

Salah satunya masih ditemukannya sejumlah pasangan calon yang melanggar peraturan protokol kesehatan pada saat melakukan pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat. Bahkan belum lama ini ada yang menggelar konser hingga mengundang kerumunan massa.

Terkait hal ini, Jokowi pun meminta aparat, baik TNI maupun Polri untuk tidak segan-segan menindak para bakal pasangan calon yang tidak mematuhi protokol kesehatan Covid-19 yang telah ditetapkan pemerintah.

"Saya minta ke semua pihak, kepada penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu, aparat pemerintah, penegak hukum, TNI-Polri, seluruh masyarakat, tokoh organisasi untuk aktif bersama-sama mendisiplinkan masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan," kata Jokowi.

Selain itu, Jokowi juga menitipkan pesan kepada jajaran TNI-Polri untuk tidak memihak pada satu pasangan calon tertentu.

Berikut sejumlah hal yang disorot Jokowi terkait pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi yang akan digelar serentak di  270 wilayah di Indonesia, pada 9 Desember mendatang:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 6 halaman

Protokol Covid-19 Harus Ditegakkan

Saat membuat rapat terbataas hari ini,  Jokowi menegaskan, keselamatan dan kesehatan masyarakat adalah hal utama. Dia menekankan pentingnya penerapan protokol kesehatan Covid-19 dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.

"Keselamatan masyarakat, kesehatan masyarakat adalah segala-galanya. Jadi, protokol kesehatan tidak ada tawar-menawar," jelas Jokowi saat membuka rapat tebatas, Selasa (8/9/2020).

Dia pun menyayangkan masih banyak bakal pasangan calon Pilkada 2020 yang melanggar protokol kesehatan. Mereka menggelar sebuah acara yang mengundang kerumunan massa di tengah pandemi Corona.

"Misalnya, masih ada deklarasi bakal pasangan calon pilkada yang menggelar konser yang dihadiri oleh ribuan dan mengundang kerumunan, menghadirkan massa. Hal seperti ini harus menjadi perhatian kita," kata Jokowi.

Menurut dia, negara dapat keluar dari risiko akibat pandemi Covid-19 apabila berhasil menangani masalah kesehatannya. Untuk itu, semua pihak diminta mematuhi protokol kesehatan demi mencegah penularan virus corona lebih meluas.

3 dari 6 halaman

Pilkada Tak Bisa Menunggu Covid-19 Berakhir

Kapan pandemi Covid-19 berakhir? Menurut Jokowi, tak ada satu pun negara di dunia yang mengetahui kapan pandemi ini akan berakhir.

Karenanya Jokowi dengan tegas mengatakan, Pilkada harus tetap dilakukan meski di tengah pandemi Covid-19. 

"Situasi tidak bisa dibiarkan, penyelenggaraan pilkada harus tetap dilakukan. Tidak bisa menunggu sampai pandemi berakhir karena memang kita tidak tahu, negara mana pun tidak tahu kapan pandemi Covid-19 ini berakhir," jelas Jokowi saat memimpin rapat terbatas yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (8/9/2020).

Untuk itu, Pilkada 2020 digelar dengan normal dan cara baru dengan mengutamakan kesehatan masyarakat. Kembali dia pun mengingatkan semua pihak untuk mematuhi protokol kesehatan selama tahapan Pilkada digelar.

Diketahui pemungutan suara sejatinya akan digelar pada 23 September 2020. Namun, akibat pandemi Covid-19, pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020.

Tercatat ada 270 wilayah di Indonesia yang meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota yang akan mengikuti Pilkada Serentak tahun ini. 

4 dari 6 halaman

Banyak Bapaslon Langgar Protokol Kesehatan

Masih banyak ditemukannya bakal pasangan calon yang melanggar protokol Covid-19 juga tak kalah menyita perhatian Jokowi.

Jokowi melihat beberapa bapaslon Pilkada yang menggelar deklarasi dan konser yang mengundang kerumunan massa.

"Saya mengikuti situasi di lapangan, masih banyak pelanggaran protokol yang dilakukan oleh bakal pasangan calon," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (8/9/2020).

"Misalnya masih ada deklarasi, bapaslon pilkada yang menggelar konser yang dihadiri ribuan dan mengundang kerumunan, menghadirkan massa. Hal seperti ini saya kira harus jadi perhatian kita," sambung Jokowi.

"Sekali lagi, kedisiplinan penerapan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan pilkada harus dilakukan, ditegakkan, tidak ada tawar menawar," jelasnya. 

Sebelumnya, pemerintah mempertimbangkan opsi menunda pelantikan pemenang Pilkada 9 Desember 2020 bagi paslon yang terbukti melanggar protokol kesehatan aman Covid-19, yang telah digariskan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Pemerintah mengangkat opsi ini untuk memastikan keseriusan para paslon termasuk stakeholder lainnya seperti parpol pengusung dalam turut mencegah dan membantu penyelesaian penanganan wabah Covid-19.

Sementara itu, menurut Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan, bisa saja para calon kepala daerah (Cakada) yang melanggar protokol kesehatan Covid-19 di Pilkada 2020, bisa dikenakanan sanksi pidana.

5 dari 6 halaman

TNI-Polri Diminta Netral

Selain itu, Jokowi juga meminta aparat birokrasi, serta anggota TNI-Polri bersikap netral selama pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. 

"Saya minta kepada aparat birokrasi, TNI dan Polri terus bersikap netral dan tidak memihak pada satu pasangan calon tertentu," ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas, Selasa (8/9/2020).

Dia pun ingin agar kualitas demokrasi ditingkatkan meski Pilkada 2020 digelar di tengah pandemi Covid-19. Selain protokol kesehatan, dia mengatakan, pelaksanaan Pilkada 2020 juga harus memperhatikan netralitas aparat.

"Kita ingin dalam posisi yang sulit seperti ini demokrasi kita semakin dewasa, demokrasi kita semakin matang," ucap Jokowi.

6 dari 6 halaman

Tidak Ada Politik Identitas dan SARA

Tak kalah penting, Jokowi juga mengingatkan jangan sampai ada pengunaan bahasa, narasi, dan simbol-simbol yang dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat.

Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta ini, harus ada ketegasan bagi yang menggunakan politik identias dan politik SARA.

"Kita mendorong para calon beradu program, kontestasi gagasan, beradu kemampuan untuk menjadi pemimpin daerah," kata Jokowi.