Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy bertemu Presiden Jokowi pada November 2017 lalu. Banyak cerita yang mengalir dalam pertemuan empat mata tersebut.
Saat ditemui di kediamannya, Romi, sapaan akrabnya menuturkan ihwal materi pertemuan itu. Dia mengungkapkan niat Jokowi untuk menjadikan Prabowo sebagai pendamping dalam Pilpres 2019.
"Pak Jokowi berkeinginan menggandeng Pak Prabowo sebagai Wakil Presiden," ucap dia kepada Liputan6.com, Jumat (20/4/2018).
Advertisement
Mendengar itu, Romi lantas bertanya, "Ini dari Bapak atau dari Pak Prabowo?"
"Ini dari saya," ujar Romi menirukan jawaban Jokowi.
Jokowi pun bertanya bagaimana pendapat Romi atas pilihannya itu. "Saya langsung bilang setuju," tegas Romi.
Pertanyaan pun berlanjut. Romi lantas meminta Jokowi mengungkapkan alasan memilih Prabowo sebagai calon wakil presiden. Atas pertanyaaan itu, Jokowi tegas menjawab, "Demi NKRI."
Waktu berlalu. Setelah tiga pekan dari pertemuan itu, Romi kembali berjumpa dengan Presiden Jokowi. Pertanyaan serupa pun dilontarkan.
"Saya masih jawaban yang sama. Kalau bulan November saya setuju, hari ini saya setuju," jelas Romi.
Jokowi pun bertanya tentang respons Prabowo. Kata Romi, Ketua Umum Partai Gerindra itu merasa merespons positif tawaran itu. Namun Prabowo meminta jawaban dengan segera.
Permintaan itu dinilai sulit diwujudkan. Ini lantaran Jokowi tidak dapat bertemu ketua umum partai koalisi lantaran hanya sesekali berada di Jakarta. "Jadi, saya enggak bisa jawab seperti itu," ungkap Romi menirukan Jokowi.
Menurut Jokowi, seperti dituturkan Romi, keputusan penunjukan cawapres tidak bisa diambil sendiri. Harus ada musyawarah dalam koalisi. "Saya tak mungkin memutuskan tanpa keputusan mereka," jelas Romi menirukan Jokowi.
Meski demikian, Romi tetap menyampaikan bahwa opsi Jokowi bersama Prabowo tetap terbuka. Demi tensi politik yang tak meninggi.
"Dan ini yang berjalan dan saya sampaikan ke publik. Untuk apa? Untuk mengurangi tensi. Ini kan eskalasi pendukung sudah sedemikian rupa," dia memungkasi.
Â
Prabowo Tetap Capres
Wacana duet Jokowi-Prabowo sudah terdengar lama oleh Gerindra. Namun isu itu terbantahkan dalam hasil kesepakatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Gerindra.
"Enggak ada. Itu saya kira sudah semuanya itu terbantah kemarin dari Rakornas Gerindra itu mengajukan Prabowo sebagai capres. Tidak ada cawapres, capres lain, itu berita basi lah," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 16 April 2018.
Fadli mengatakan Prabowo tidak hanya siap menerima mandat, tapi juga siap mendapatkan mandat dari kader. Wakil Ketua DPR ini menduga ada tujuan tertentu dari isu yang dimainkan.
"Jadi saya kira ini agenda-agenda setting yang meminta Prabowo untuk tidak maju. Ini yang namanya bagian dari psy war karena mungkin petahana khawatir yang maju itu adalah Prabowo," ungkapnya.
Dia menuturkan saat ini Gerindra sudah pasti akan mengusung Prabowo Subianto jadi calon presiden di Pilpres 2019.
Hal serupa disampaikan Wasekjen Gerindra Andre Rosiade. Dia menegaskan wacana Prabowo menjadi cawapres Jokowi sudah tertutup. "Sudah selesai, sudah kita tutup," kata dia.
Bahkan dia menilai cerita Romi tentang Prabowo bersedia jadi cawapres Jokowi hanya dongeng. Karena hal itu bertentangan dengan realitas yang ada.
"Hanya dongeng Romi saja. Kalau Pak Prabowo mau jadi cawapresnya Jokowi, tentu sudah diterima Pak Prabowo dan tidak mungkin Partai Gerindra deklarasi pencapresan Prabowo 11 April kemarin," kata Andre.
Andre tidak membantah bahwa Jokowi pernah menawarkan Prabowo posisi cawapres di 2019. Namun, tawaran itu langsung di tolak Prabowo.
"Pak Jokowi pernah tawari cawapres. Benar itu," ungkapnya.
"Langsung ditolak sama Pak Prabowo. Karena rakyat ingin Pak Prabowo maju sebagai capres," ucapnya.
Â
Advertisement
Sudah Tertutup
Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menilai pintu untuk memasangkan Jokowi dan Prabowo Subianto di Pilpres 2019 sudah tertutup rapat. Menurut informasi yang dia dapatkan, upaya tersebut mengalami kebuntuan.
"Saya sudah mendengar dari berbagai informasi bahwa tidak ada jalannya untuk bisa bersatu," ujar Agung di kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Neli, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (17/4/2018).
Agung enggan menjelaskan alasan yang membuat kesepakatan tersebut mentok. Terkait kabar penolakan permintaan Prabowo yang menyaratkan tujuh kursi menteri jika dipinang Jokowi pun Agung irit bicara.
Yang jelas, sejak awal ia yakin skenario itu akan buntu. Sebab, Prabowo hanya ingin dicalonkan sebagai presiden bukan wakil presiden.
"Dari dulu dari awal, mungkin dari tahun 2004 beliau kan maunya jadi calon presiden," ucapnya.
Bahkan menurut Lembaga penelitian Media Survei Nasional atau Median, dari konstituen Prabowo, yang bersedia berdampingan atau memilih Jokowi hanya 16,7%. Sedangkan yang tak bersedia 66,7%. Dan tidak menjawab 16,7%.
"Masalahnya kedua konsisten terpecah. Seperti minyak dan air. Masing-masing punya konstituen yang tidak suka. Sehingga agak susah," ucap Direktur Riset Median Sudarto di Jakarta, Senin 16 April 2018.
Namun begitu, kata dia, dalam politik semua bisa berubah. Terlebih tahapan Pilpres 2019 masih menyimpan waktu yang panjang.
Masing-masing parpol juga terus bergerilya. Langkah saling lobi pun tak pernah sepi dari agenda para petinggi. Masing-masing pihak berupaya untuk membentuk kekuatan dukungan di ajang lima tahunan tersebut.
Â
Saksikan video menarik berikut ini: