Liputan6.com, Jakarta - Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid mengatakan, memasuki tahun politik, berita bohong atau hoaks semakin merajalela di media sosial. Selama September 2018, terdapat 52 dari 86 berita hoaks dengan konten politik.
Anita menyatakan, 52 hoaks tersebut terbagi menjadi 36 hoaks menyerang pasangan capres dan cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin dan sisanya menyerang pasangan Prabowo-Sandiaga.
Baca Juga
"Kualitas pemilihan menurun dan merusak rasionalitas pemilih. Hoaks juga bisa menimbulkan konflik sosial mengarah disintegrasi bangsa," kata Anita di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Selasa (16/10/2018).
Advertisement
Dia menjelaskan, berdasarkan penelitian Mafindo selama Juli-September 2018, terdapat 230 hoaks dengan berbagai konten. Konten tertinggi yakni politik 58,7 persen, agama 7,39 persen, penipuan 7,39 persen, lalu lintas 6,96 persen, dan kesehatan 5,2 persen.
Anita mengatakan, sarana yang paling banyak digunakan yaitu kombinasi antara narasi dan foto 50,43 persen, narasi saja 29,96 persen, narasi dan video 14,78 persen dan gambar atau foto saja 4,35 persen.
"Jadi bayangkan politik didominasi oleh hoaks. Hoaks yang sangat berkaitan dengan identitas dan prestasi, maksudnya mengenai denial prestasi seseorang," ucapnya.
Paling Banyak Melalui Facebook
Anita juga menyebut saluran penyebaran hoaks paling banyak menggunakan Facebook 47,83 persen, Twitter 12,71 persen, WhatsApp 11,74 persen, serta Youtube 7,38 persen.
Sementara itu, pakar Media Sosial Nukman Lutfie mengatakan secara sadar atau tidak, banyak pihak ikut serta dalam penyebaran hoaks. Bahkan banyak pihak tidak dapat membedakan antara berita benar ataupun hoaks.
"Bahkan yang terpelajar pun belum bisa membedakan hoaks dan yang benar. Mereka menyebarkan apapun yang mereka suka, enggak perlu betul," kata Nukman.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement