Liputan6.com, Jakarta - Direktur Komunikasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Usman Kansong menegaskan tidak ada pembentukan tim pencari fakta kecurangan pada perhelatan Pilpres 2019. Ketimbang membentuk tim fakta, TKN akan melaporkan segala kecurangan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Usai menggelar konferensi pers di posko pemenangan Jokowi-Ma'ruf di Jalan Cemara, Jakarta Pusat, Usman menjelaskan sebagai peserta pemilu sedianya mempercayakan segala prosesnya ke lembaga penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Apalagi, imbuh Usman, dua lembaga tersebut independen.
"Kami mempercayakan semua penghitungan suara kepada KPU dan semua dugaan ataupun laporan kecurangan kepada Bawaslu, karena KPU dan Bawaslu adalah lembaga independen dalam arti tidak berpihak kepada 01 maupun 02 jadi yang namanya lembaga independen ya KPU dan Bawaslu," ujar Usman, Jakarta Pusat, Rabu, 24 April 2019.
Advertisement
Bahkan jika peserta pemilu tidak dapat menerima hasil dari KPU, kata Usman, negara memberikan jalan menempuh jalur hukum melalui Mahkamah Konstitusi. Sehingga, pembentukan tim yang bertujuan mencari kebenaran adanya kecurangan menurut Usman tidak lah perlu.
"Soal tidak bisa menerima hasil pemilu ya ada Mahkamah Konstitusi. Itu semua adalah lembaga independen yang keberadaannya diatur oleh undang-undang," tukasnya.
Adanya wacana pembentukan tim untuk mencari fakta kecurangan dalam Pilpres 2019 mencuat ketika Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menemui capres Prabowo Subianto di kediaman Kertanegara IV, Jakarta Selatan pada Senin, 22 April 2019 kemarin. Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, mereka membahas perkembangan pasca pencoblosan.
Gatot dan Dahlan disebut membahas langkah strategis yang perlu diambil Prabowo ke depan terkait adanya fenomena kecurangan Pilpres 2019 yang terstruktur, sistematik dan masif.
Mantan Ketum PP Pemuda Muhammadiyah itu menambahkan, para tokoh-tokoh lain juga akan memberi masukan kepada Prabowo maupun BPN. Salah satu langkah yang disorot BPN adalah pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar yang menyarankan dibentuknya Tim Pencari Fakta (TPF) terkait kecurangan pemilu.
"Karena menurut temen-temen Haris Azhar dan kawan kawan juga ini TSMB terstruktur sistematik masif dan brutal. Dan ini adalah pemilu paling buruk kecurangannya masif tadi sepanjang reformasi. Dan ini harus menjadi evaluasi massal," kata Dahnil.
Prabowo Klaim Menang 80 Persen
Sementara, Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Jenderal (Purn) Djoko Santoso menyebut bahwa pasangan calon nomor urut 02 bisa menembus angka 75-80 persen di Pilpres 2019 bila tak ada kecurangan.
Djoksan sapaan akrabnya mengatakan hal ini di acara syukuran kemenangan Prabowo-Sandi di Padepokan Pencak Silat, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Rabu (24/4/2019).
Mulanya, Djoksan menyebut bahwa pihaknya merasa dicurangi sebelum dan pascapencoblosan. Menurutnya, kecurangan terlihat secara masif. Namun, tak mempengaruhi perolehan suara Prabowo-Sandi.
"Mereka secara masif, terencana, sistematik, dan brutal. Namun demikian, masih tersisa suara 62 persen. Dan itulah Prabowo-Sandi menyatakan kemenangan setelah dicurangi," kata Djoksan.
Bahkan, kata dia, Prabowo-Sandi dipastikan menang dari Jokowi-Ma'ruf bila gelaran Pilpres 2019 terbebas dari kecurangan.
"Kalau enggak dicurangi, bisa 75 persen atau 80 persen," ucap mantan Panglima TNI itu.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra, Yunita Amalia
Advertisement
Tudingan Ngawur
Menko Polhukam Wiranto, menyebut tudingan adanya konspirasi pemerintah dan penyelenggara pemilu, yang mengatur agar salah satu paslon dalam Pilpres menang, adalah tuduhan yang ngawur.
Hal ini disampaikannya, usai memimpin Rakorsus Tingkat Menteri, tentang permasalahan pasca pemungutan suara Pemilu 2019. Dimana salah satu pembahasan rapatnya mengenai isu adanya konspirasi tersebut.
"Tuduhan tersebut sangat tendensius, ngawur, bernuansa fitnah dan tidak benar," kata Wiranto di kantornya, Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Dia menuturkan, hal ini mengiring opini, untuk mendelegitimasi penyelenggara pemilu. Bahkan ke hasil rekapitulasi.
"Diarahkan untuk mendelegitimasi pemerintah dan penyelenggara pemilu, terutama KPU-Bawaslu, termasuk hasil pemilu, yang sementara ini sedang dalam proses penghitungan," ungkap Wiranto.