Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi akhirnya mengabulkan permohonan pengujian Undang-Undang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan pemohon lembaga survei yang tergabung dalam Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia. Dengan begitu, MK membatalkan Pasal 291 UU No 8 Tahun 2012 yang mengatur sanksi pidana bila merilis hasil survei saat masa tenang.
Ketua DPR Marzuki Alie pun menunjukkan rasa kecewa atas putusan MK tersebut. Meski demikian, ia tetap akan mematuhi putusan itu karena sifatnya final dan mengikat.
"Kita apresiasi dan hormati putusan MK terkait dengan quick count, karena MK lembaga pengadilan konstitusi. Tapi satu hal, MK terlalu leterlek (kurang membaca situasi), karena masyarakat kita rentan sekali terkait isu-isu," ujar Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (4/4/2014).
Menurut peserta Konvensi Capres Partai Demokrat itu, tidak masalah bila survei dilakukan secara sehat sesuai kajian akademik. Namun, sebagian survei lebih condong pada kepentingan politik tertentu sehingga bisa mempengaruhi pemilih.
"Makanya masa tenang bukan masa tenang. Harusnya masa tenang dihargai, karena masa tenang, biar masyarakat berpikir. Kalau dilakukan seperti ini, lembaga survei menjadi alat untuk mempengaruhi pemilih," tegas Marzuki.
Selain itu, sambungnya, hasil hitung cepat atau quick count hasil pemilu dapat mempengaruhi pemilih karena perbedaan waktu di Indonesia. Masyarakat di bagian Timur yang berbeda waktu 2 jam dengan di bagian Barat tentu akan terpengaruh bila melihat quick count sudah memenangkan calon atau partai tertentu.
"Quick count itu kan sampling, ini akan memngaruhi perbedaan waktu di Indonesia, karena terbagi dalam WIB, WIT, dan WITA. Itu akan mempengaruhi pemilih lainnya, harus dipahami betul oleh MK. Harusnya ahli hukum rasional dan logis," pungkas Marzuki.
Pembatalan keputusan itu dibacakan oleh Ketua MK Hamdan Zoelva dalam amar Putusan Perkara 24/PUU-XII/2014. Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan quick count sejauh dilakukan sesuai dengan prinsip metodologi ilmiah dan tidak bertendensi mempengaruhi pemilih pada masa tenang, maka pengumuman hasil survei tidak dapat dilarang. Sebab, dari sejumlah quick count selama ini tidak satu pun yang menimbulkan keresahan atau mengganggu ketertiban masyarakat.
"Haruslah diingat bahwa sejak awal sudah diketahui oleh umum bahwa quick count bukanlah hasil resmi, sehingga tidak dapat disikapi sebagai hasil resmi, namun masyarakat berhak mengetahui. Hasil resmi dan berlaku adalah hasil yang akan diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum," ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati saat membacakan putusan.
Marzuki Alie: Hasil Survei Saat Masa Tenang Pengaruhi Pemilih
MK membatalkan Pasal 291 UU No 8 Tahun 2012 yang mengatur sanksi pidana bila merilis hasil survei saat masa tenang.
Advertisement