Liputan6.com, Jakarta - Kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla sama-sama saling klaim memenangkan perolehan suara terbanyak Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 berdasar hasil quick count atau hitung cepat. Hal itu dinilai membuat masyarakat bingung.
Terjadinya saling klaim itu bukan tanpa sebab. Mengingat hasil quick count yang dikeluarkan sejumlah lembaga survei menunjukkan hasil yang berbeda-beda.
Mengenai hal itu, mantan peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Agung Prihatna mengatakan, hasil quick count seharusnya dideklarasi oleh para lembaga survei, hanya sebatas prediksi. Bukan hasil sesungguhnya.
"Agak fatal, tidak ada deklarasi (lembaga survei) yang menyatakan hasil, quick count hanya prediksi," kata Agung saat diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/7/2014).
Menurut peneliti Opini Publik ini, pernyataan hasil quick count sebagai sebuah prediksi luput dari lembaga survei. "Mungkin teman-teman (lembaga survei) terlalu semangat," kata dia.
Pada kesempatan yang sama, anggota tim sukses Jokowi-JK, Arief Budimanta mengatakan, pihaknya lebih mendorong agar diadakan audit terhadap lembaga-lembaga survei yang melakukan quick count. Dia meminta, lembaga survei bersedia membuka data yang dimiliki.
"Buka saja datanya, kalau punya niat dan iktikad baik, kenapa harus risih," kata Arief. (Ans)
Baca juga:
Baca Juga
Tantowi : Harusnya Jokowi-JK Tiru Aturan Amrik
Advertisement
4 Alasan Hasil Quick Count Pilpres Berbeda
LSI: Jika Metodenya Benar, Selisih Quick Count 5% Mustahil
Â