Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, quick count atau hitung cepat yang dikeluarkan sejumlah lembaga survei sudah lama tidak berpijak pada objektivitas. Menurut Ray, sudah seharusnya hanya lembaga survei yang indenpenden yang boleh menyiarkan ke publik hasil hitung cepatnya.
Hal itu dikatakan Ray menanggapi kisruh hitung cepat yang terjadi usai pencoblosan Pilpres 2014 pada 9 Juli lalu. Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan perolehan suara yang berkebalikan di antara kedua pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Quick count sudah lama tidak sepenuhnya berpijak pada objektivitas. Quick count yang juga bertugas sebagai pemenangan calon tidak boleh mengumumkakn hasilnya pada publik, kecuali yang dilakukan independen," kata Ray di Jakarta, Selasa 15 Juli 2014.
Menurut Ray, lembaga survei seharusnya independen. Tidak memihak kepada salah satu pasangan calon. Akan tetapi, Ray melihat survei-survei yang digunakan sejumlah lembaga survei hanya untuk kepentingan pemenangan salah satu pasangan calon.
"Ada tren lembaga survei digunakan untuk pemenangan. Jadi sudah tidak murni bekerja sesuai dengan nilai-nilai akademis," ujarnya.
Pascapencoblosan Pilpres 9 Juli lalu, terjadi saling klaim antara kubu Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Keduanya saling klaim mendapat perolehan suara paling banyak setelah hasil hitung cepat dirilis sejumlah lembaga survei.
Tentu hasil berbeda dari tiap lembaga survei membuat masyarakat kebingungan. Tak sedikit pihak yang meminta agar masyarakat lebih baik menunggu hasil hitung resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Juli mendatang.
Pengamat: Lembaga Survei Harusnya Bekerja Independen
Ray melihat survei-survei yang digunakan sejumlah lembaga survei hanya untuk kepentingan pemenangan salah satu pasangan calon.
Advertisement