Liputan6.com, Jakarta - Persaingan dalam Pilpres 2014 tak hanya diwarnai persaingan sengit para tim sukses, tapi juga 'perang polling' antar-lembaga survei. Masing-masing kandidat pun mengklaim menjadi pemenang berdasarkan hitung caepat lembaga survei.
Lembaga survei seperti LSN, Puskaptis, dan IRC selalu mengunggulkan Prabowo-Hatta. Sebaliknya lembaga seperti Charta Politika, Cyrus Network, CSIS, Polltracking, LSI, IPI, SMRC, LIPI, Alvara, bahkan Litbang Kompas menjagokan duet Jokowi-JK.
"Semua mengklaim surveinya paling tepat dan kredibel," kata Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Ari Junaedi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (22/7/2014).
Tapi, sambung Ari, akhirnya waktu juga yang membuktikan, siapa yang prediksinya sahih dan mana yang asal-asalan atau abal-abal berdasarkan pesanan. Prediksi Charta Politika dinilainya tepat, begitu juga dengan hasil hitung cepat yang dilansir CSIS, Litbang Kompas, RRI, Cyrus, Indikator Politik Indonesia, SMRC, Lingkaran Survei Indonesia, Polltracking dan Populi Center, tak jauh beda dengan hasil pantauan situs kawalpemilu.org serta real count KPU.
"Akhirnya publik pun terbuka matanya, mana lembaga survei yang kredibel dan tak kredibel," kata pengajar program S2 di Universitas Dipanegoro itu.
Terlebih, lanjutnya, setelah Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) melakukan audit dan menyatakan lembaga survei yang memenangkan Jokowi-JK dalam hitung cepatnya, tidak ada masalah dengan data serta metodologinya. Justru lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta, enggan diaudit.
Menurutnya, hal itu makin membuat publik curiga. Kian dikuatkan lagi dengan real count KPU, di mana Jokowi-JK juga leading dalam perolehan suara mengungguli Prabowo-Hatta dengan angka yang sebenarnya tak jauh beda dengan prediksi Charta Politika maupun hasil quick count beberapa lembaga survei.
"Ini membuktikan, siapa yang abal-abal dan kredibel. Mana lembaga survei yang menggadaikan kaidah ilmiah demi sebuah kepentingan politik atau iming-iming uang dan lembaga yang taat terhadap kaidah ilmiah dalam surveinya," ungkapnya.
"Jadi mana survei yang dikerjakan secara asal-asalan apalagi oleh lembaga jajak pendapat abal-abal, akhirnya diketahui sudah," imbuh Ari.
Ia menilai, bila survei dikerjakan dengan benar, sesuai kaidah ilmiah, prediksinya akan mendekati kebenaran. Charta Politik misalnya, memprediksikan keunggulan Jokowi-JK selisihnya antara rentang 4-8 persen, kini jadi kenyataan. Pun hasil quick count, diluar lembaga yang memenangkan Prabowo-Hatta, hasilnya tak jauh berbeda dengan hasil real count KPU.
Sebelumnya, pada 8 Juli 2014, sehari menjelang pemilihan Presiden, Charta Politika melansir hasil survei. Dalam sigi terbarunya itu, Charta memprediksikan Jokowi-Jusuf Kalla bakal memenangi pemilihan Presiden. Saat itu, Direktur Charta Politika, Yunarto Wijaya memperkirakan Jokowi-JK bakal unggul dengan selisih 4 hingga 8 persen.
Dalam hasil surveinya, Charta mencatatkan elektabilitas Jokowi-JK mencapai 49,2%. Sementara Prabowo-Hatta hanya 45,1%. Sisanya 5,7% belum menentukan pilihan atau menjawab tidak tahu. Maka, jika prediksi Jokowi unggul dengan selisih 4%, hasil akhir kemungkinan 53%. Prediksi itu, makin mendekati kenyataan.
Prediksi Charta pun tak meleset, Jokowi-JK selangkah lagi dipastikan keluar jadi pemenang. Apalagi kemudian dikuatkan dengan hasil quick count yang dilansir beberapa lembaga survei. Meski ada beberapa lembaga yang mengeluarkan hasil berbeda, tapi secara sebagian besar lembaga survei optimistis Jokowi-JK bakal menang.
Pengamat: Publik Sudah Bisa Nilai Mana Lembaga Survei Kredibel
Persaingan dalam Pilpres 2014 tak hanya diwarnai persaingan sengit para tim sukses, tapi juga 'perang polling' antar-lembaga survei.
Advertisement