Sukses

Jelang Ramadan 2021, Simak Aturan Halalbihalal di Tengah Pandemi Covid-19

Kegiatan silaturahmi untuk saling memaafkan atau halalbihalal sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia, baik sebelum Ramadan atau saat perayaan Lebaran.

Liputan6.com, Jakarta Kegiatan silaturahmi untuk saling memaafkan atau halalbihalal sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia, baik sebelum Ramadan atau saat perayaan Lebaran. Namun perlu diingat, pandemi Covid-19 mengharuskan pemerintah membatasi kegiatan kumpul-kumpul seperti salah satunya kegiatan halalbihalal ini.

Meski demikian, tak perlu khawatir, Satgas Covid-19 sudah mengeluarkan petunjuk dalam pelaksanaan halalbihalal di tengah pandemi Covid-19. Hal ini disampaikan oleh Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah.

Dia menjelaskan, Satgas Covid-19 tetap melarang proses halalbihalal secara fisik di kampung-kampung, terlebih lagi melibatkan pemudik dari luar.

"Jikalau tetap melaksanakan halal bi halal fisik, maka aturan teknisnya dan pelaksanaanya dilaksanakan oleh Satgas Covid-19 tingkat desa/kampung yang dilakukan diruang terbuka secara bersama-sama dengan tetap memprioritaskan protokol kesehatan," ucap dia kepada wartawan, Selasa (6/4/2021).

Dalam pernyataannya, Said juga meminta pemerintah mengkaji kembali pelarangan mudik lebaran. Kajian itu menyangkut durasi mudik dan mekanisme mudik.

Sebagai pertimbangan, agenda mudiknya yang diperkirakan antara tanggal 6 -17 Mei 2021 (secara kultural). Namun pemerintah bisa membatasi pelonggaran mudik dengan batas waktu beberapa hari saja, misalnya 5 hari.

Said menegaskan, lebaran dengan tradisi mudiknya adalah peristiwa budaya sekaligus ekonomi, terutama di Pulau Jawa yang berkontribusi 58 persen PDB nasional. Mobilitas orang dari pusat kota sebagai pusat ekonomi ke desa atau kampung halaman saat mudik memberi pengaruh besar.

Selain itu, secara ekonomi jelasnya, mudik mendorong tingkat konsumsi rumah tangga lantaran akan banyak sektor ikutan yang terdampak. Selama pandemi Covid-19, rumah tangga menengah atas menahan tingkat konsumsi, mudik menjadi peluang tingkat konsumsi semuga golongan rumah tangga. Bahkan konsumsi rumah tangga berkontribusi 57 persen PDB. Misalnya transportasi, hotel, restoran, retail, hingga pedagang eceran.

Apalagi, selama pandemi 2020 kemarin, sektor sektor ini sangat terpukul. Transportasi terkontraksi -15,4 persen, hotel (penyedia jasa akomodasi) -24,4 persen, restoran (penyedia jasa makanan) -6,68 persen.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Menunjukkan Hasil PCR

Namun demikian, tegas Said, kegiatan mudik disyaratkan dengan menunjukkan dokumen hasil swab negatif covid-19 untuk semua orang yang mudik, baik saat datang maupun balik, baik didalam kota, antar kota dalam provinsi, apalagi antar kota antar provinsi. Protokol ini sesuai dengan tata cara pencegahan penularan covid-19 diantara penumpang kereta api dan pesawat terbang.

Untuk itu, Satgas Covid-19 dan jajaran aparat keamanan di semua tingkatan melakukan pengawasan dan penegakan hukum secara ketat terhadap para pemudik yang melanggar ketentuan, yakni tidak memenuhi protokol kesehatan.

"Jadi, asalkan menunjukan dokumen negatif covid hasil tes polymerase chain reaction (PCR), Rapid Test Antigen dan GeNose C19, kenapa mudik dilarang?," tegas Said kepada wartawan, Selasa (6/4/2021).

Demikian juga dengan para pelaku ekonomi atau sektor sektor terkait, juga harus menerapkan protokol kesehatan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh satgas covid-19 di daerah masing-masing. Terutama pada area-area yang menjadi perlintasan mudik.

“Mempercepat pelaksanaan vaksinasi terhadap kelompok prioritas, terutama pada daerah-daerah yang menjadi sasaran mudik sebagai upaya pencegahan penyebaran covid-19 di daerah tujuan mudik lebaran,” jelasnya.