Sukses

Quraish Shihab: Ramadhan Momen untuk Bekal di Akhirat dan Introspeksi Diri

Hikmah apa yang dapat diambil dari bulan Ramadhan? Menurut Quraish Shihab, hikmah itu tercermin dalam sebuah ungkapan Marhaban Ya Ramadhan.

Liputan6.com, Jakarta Bulan Ramadhan secara umum merupakan bulan kesembilan yang ada di kalender Islam. Pada bulan ini, seluruh umat Islam akan menjalankan kewajibannya, yaitu ibadah puasa.

Lantas, hikmah apa yang dapat diambil dari bulan Ramadhan? Menurut cendekiawan muslim Quraish Shihab, hikmah itu tercermin dalam sebuah ungkapan Marhaban Ya Ramadhan.

Kata Marhaban, lanjut Quraish Shihab berasal dari suku kata Rahab yang memiliki dua makna. Makna pertama, yaitu lapang. 

"Tamu yang datang kita sambut dengan lapang dada, tidak menggerutu," ujarnya dalam sebuah tayangan Shihab & Shihd di Youtube, Selasa (13/4/2021).

Sedangkan makna kedua adalah tempat luas untuk mengambil bekal atau memperbaiki kendaraan bagi musafir. Berdasarkan hal tersebut, Marhaban Ya Ramadhan memiliki arti bukan sekadar hati yang lapang menyambut bulan suci Ramadhan, melainkan juga bersedia mengambil bekal perjalanan untuk menuju akhirat.

"Dan bersedia memperbaiki apa yang salah dari niat kita dan tingkah laku kita. Jadi sebenarnya menyambut Ramadhan itu kita harus melakukan instrospeksi apa yang salah, apa yang kurang, dan apa yang perlu dipebaiki," jelas mantan Menteri Agama ini. 

Selain itu, KH Baharuddin Nursalim atau yang kerap disapa Gus Baha menceritakan bagaimana tradisi di pesantren yang dilakukan oleh para kiai ketika hendak menyambut bulan Ramadhan. 

"Tradisi di pesantren biasanya para kiai mengajar kitab dua atau tiga kali (sehari)," jelasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Membaca Kitab Kuning

Menurut Gus Baha, salah satu tradisi bulan Ramadhan oleh para kiai yaitu membaca kitab kuning. Tradisi ini dilakukan untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang cara orang-orang memandang puasa. Ia juga mengatakan, salah satu cara untuk menjadi orang saleh yaitu dengan meniru orang saleh terlebih dahulu.

"Karena di ayat Ihdinas shirathal mustaqim, Allah tidak berkata tunjukkan jalan-Mu, tetapi jalan mereka yang telah Allah berikan nikmat,"  ungkap Gus Baha.

Setelah membaca versi ulama terlebih dahulu, masyarakat akan mengetahui niat dan cara pandang ulama tentang Ramadhan yang benar seperti apa.

Di antaranya yaitu dengan berpuasa, manusia akan merasakan lapar yang dirasakan oleh orang-orang miskin ketika mereka tidak makan, sehingga hal itu dapat membuat kita menghormati makanan karena terdapat banyak nikmat didalamnya.

Gus Baha juga menceritakan betapa hebatnya Rasulullah SAW dalam memuji bulan Ramadhan dengan hal-hal yang wajar. Nabi Muhammad mengatakan, orang yang menjalankan ibadah puasa itu memiliki dua kebahagiaan, yakni saat berbuka dan saat bertemu Allah SWT.

"Ketika Ramadhan, makanan yang boleh jadi kita sepelekan sebelumnya, tapi begitu berharga saat Ramadhan, bahkan air putih juga berharga. Jadi kebutuhan pokok manusia adalah makan," pungkasnya.

 

Cinta Islamiwati (Magang)

Sumber: Nu.or.id