Liputan6.com, Makassar - Banyak situs sejarah yang merupakan aset budaya Indonesia. Namun, beberapa situs sejarah tersebut hampir tidak tersentuh tangan pemerintah untuk mendapatkan pemeliharaan dan perawatan. Satu contohnya, situs sejarah yang tepat berada di tengah permukiman warga Kelurahan Bulogading Kecamatan Ujung Pandang, Makassar, Sulawesi Selatan.
Situs sejarah tersebut yakni sumur dan kuburan tua tak beridentitas. Masyarakat setempat menyebut dua peninggalan itu dengan nama Bungung Lompoa. Artinya, sumur besar yang hanya memiliki kedalaman 3 meter tapi airnya tak pernah habis atau kering.
Sedangkan kuburan tua itu hanya bernisan batu gunung. Warga setempat meyakini kuburan itu merupakan makam wanita cantik yang selalu menampakkan diri dengan jubah baju adat khas Makassar yaitu baju bodo.
Advertisement
Seorang warga, Daeng Lino (70), kepada Liputan6.com mengatakan, sumur yang sudah ada sejak dia belum lahir itu dipercayai masyarakat sebagai sumur yang memiliki barokah. Begitu juga makam tua yang berada tepat di samping sumur, merupakan penghuni awal Kampung Bulogading tersebut.
"Masyarakat di sini semuanya memanfaatkan air di sumur itu. Mulai dari minum, memasak, dan mencuci. Air di sumur tak pernah kering meski musim kemarau sekalipun datang," ungkap Daeng Lino, yang merupakan tokoh masyarakat setempat, Minggu (9/8/2015).
Adapun makam tua tersebut, sekalippun tidak diketahui milik siapa, namun ungkap Daeng Lino, sering ada penampakan wujud si penghuni makam. Terkadang sosok itu menegur warga jika kondisi di sekitar sumur kotor. Teguran ini terjadi melalui seorang warga yang dirasuki hingga kesurupan yang kemudian tiba-tiba bicara menasihati warga.
Kembaran Peninggalan Kerajaan Gowa
Menurut Daeng Lino, Bungung Lompoa yang berada tepat 2 meter dari rumahnya tersebut, juga dimanfaatkan oleh warga dari luar Kota Makassar seperti dari Kabupaten Takalar, Mamuju dan masih banyak daerah lainnya di Sulawesi Selatan ataupun Sulawesi Barat.
"Banyak pengunjung dari luar kota berdatangan ke sini untuk mengambil air buat pengobatan, karena mempercayai barokah dari air sumur ini dan penghuni makam tua yang dikenal ada sejak zaman Belanda," terang Daeng Lino.
Malah, sambung Daeng Lino, dulu ada beberapa warga dari Pulau Jawa yang datang ke sumur ini mengambil air untuk mengobati sanak keluarganya yang sedang menderita penyakit berat.
Guna menjaga kebersihan sekitar sumur dan makam tua tersebut, warga Bulogading hingga saat ini tidak membuat kakus di rumah masing-masing karena takut ditegur oleh penghuni makam tersebut.
Mereka memilih ke WC umum yang disediakan jauh dari lokasi sumur dan makam, dan hanya ada 1 WC yang dibuat di samping Kantor Lurah Bulogading.
Keberadaan Bungung Lompoa dan kuburan tua di Bulogading dipercayai masyarakat Makassar merupakan kembaran dari Bungung Lompoa yang ada di kabupaten Gowa, tepatnya di lokasi Benteng Sombaopu yang merupakan benteng peninggalan Kerajaan Gowa.
Sumur itu digunakan juga oleh masyarakat sekitar benteng untuk mandi dan minum, serta airnya digunakan untuk mencuci benda-benda pusaka milik kerajaan di saat upacara pemandian benda-benda Kerajaan Gowa digelar.
"Masyarakat Bulogading pun tak bisa mandi di sumur ini dengan keadaan kotor dan harus sopan. Tidak mandi hanya menggunakan celana dalam saja. Pasti akan sakit jika ketentuan itu dilanggar," tukas Daeng Lino. (Sun/Ans)