Sukses

Pertama di Indonesia, Ratusan Siswa Ikuti Sekolah Kebangsaan

Hartoyik mengatakan, Sekolah Kebangsaan digelar agar anak cucu mengetahui sejarah Indonesia.

Liputan6.com, Surabaya - Ratusan pelajar SD, SMP, SMA dan SMK di kecamatan Genteng, Surabaya, Jawa Timur antusias mengikuti sekolah kebangsaan yang dilaksanakan di depan rumah Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.

Acara yang digelar oleh Pemerintah Kota Surabaya ini diklaim sebagai sekolah kebangsaan pertama dan hanya satu-satunya di negara Republik Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Hartoyik, Legiun Veteran RI, yang memberikan materi sekolah kebangsaan dengan menceritakan sejarah pertempuran yang terjadi di Surabaya, serta semangat arek-arek Surabaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

"Sekolah Kebangsaan hanya ada di Surabaya dan tidak ada di kota lainnya," tutur Hartoyik, Selasa 3 November 2015. Hartoyik mengatakan, Sekolah Kebangsaan digelar agar anak cucu mengetahui sejarah Indonesia.

"Rumah HOS Tjokroaminoto dipilih menjadi tempat penyelenggaraan Sekolah Kebangsaan agar selalu diingat oleh para generasi penerus bangsa. Karena rumah ini melahirkan tokoh-tokoh bangsa yang berpengaruh terhadap perjuangan kemerdekaan," imbuh Hartoyik.

Hartoyik juga menjelaskan tentang perjuangan yang terjadi di Surabaya. Di antaranya Pertempuran luar biasa antara Ujung Galuh dan pasukan Tar-Tar, dan Surabaya juga menjadi tempat pertempuran 10 November.

"Saya berharap kepada pemerintah agar mengadakan peringatan Hari Pahlawan secara nasional. Melalui upacara dengan Presiden Republik Indonesia sebagai inspektur upacara," tegas Hartoyik.

Penjabat Walikota Surabaya Nurwiyatno bercerita di depan siswa, tentang arek-arek Suroboyo bersatu padu membawa bambu runcing mempertahankan kemerdekaan melawan musuh bersenjatakan meriam.

"Semangat juang tanpa kompromi, semangat inilah yang mengalir dalam darah pelajar," ujar Nurwiyatno.

Nurwiyatno menegaskan, pelajar mendapat tugas yang tidak mudah karena menghadapi era globalisasi. Budaya asing datang begitu deras, ia meminta kepada pelajar untuk benar-benar menyaring budaya yang tidak sesuai dengan budaya sendiri.

"Di era globalisasi pekerja asing akan datang menjadi pekerja. Maka saya meminta kepada para peserta untuk berjuang dengan cara rajin belajar," pungkas Nurwiyatno. (Sun/Ans)