Sukses

Pemindahan Lapas Kerobokan ke TPA Suwung Dalam Pembahasan

Di lokasi baru itu, pemerintah berkeinginan membangun lapas modern berkapasitas 1.000-1.500 napi yang dekat dengan perkantoran pemerintah.

Liputan6.com, Denpasar - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan kini menampung lebih dari 1.000 warga binaan yang terdiri dari anak-anak, perempuan dan dari mancanegara. Padahal, lapas yang berlokasi di wilayah Badung, Bali itu didesain hanya untuk dihuni 300 orang.

Merespon kondisi itu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengusulkan agar lokasi Lapas Kerobokan Kelas II A Denpasar itu dipindahkan ke lokasi TPA Suwung.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali memang dipinjamkan lahan 30 hektare di wilayah itu oleh Kementerian Kehutanan, yang sebagian digunakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan sisanya bisa dibangun lapas.

Terkait usulan itu, Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Pemprov Bali Ketut Teneng mengatakan, usulan pemindahan tersebut masih tahap pembahasan. Kewenangan pembangunan lapas berada di Kemenkumham.

Kesepakatan antara Gubernur Bali dan Dirjen Kemasyarakatan Kemenkumham I Wayan Kusmiantha Dusak beberapa waktu lalu itu, baru secara lisan dan tidak otomatis berjalan.

 



"Hal ini masih perlu pembahasan dan perencanaan yang matang," ucap Teneng di Denpasar, Minggu, 10 Januari 2016.

Di sisi lain, Teneng mengatakan lapas yang diusulkan dapat menampung 1.000 sampai 1.500 napi itu diharapkan dibangun dengan konsep modern, dilengkapi sistem keamanan berbasis teknologi informasi, untuk mengawasi penuh kondisi keamanan lapas dan areal sekitarnya secara ketat.

"Jadi, dipastikan ini dapat mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti gesekan antarnapi yang terjadi beberapa waktu yang lalu," kata dia.

'Sampah Masyarakat'

Menanggapi kekhawatiran pandangan dari warga binaan menjadi 'sampah masyarakat' jika direlokasi ke areal yang berdekatan dengan TPA, Teneng menepisnya, dan menegaskan hal ini sangat tidak beralasan.

"Meski letaknya dekat TPA, bukan berarti para penghuninya akan jadi sampah masyarakat. Di lapas, mereka kan dibina untuk jadi lebih baik, dibekali keterampilan agar bisa mandiri dan diterima oleh masyarakat. Selain itu namanya kan Lapas Kelas II A Denpasar, jadi lokasinya harus di Denpasar," tutur Teneng.

Teneng menilai lokasi baru menguntungkan karena selain jauh dari permukiman penduduk, tempat itu juga masih dekat areal perkantoran pemerintahan, sehingga relatif mudah dikontrol. Dia juga berkeinginan agar Pemprov Bali mendukung penuh pembangunan lapas dengan konsep modern.

"Jika aturannya memungkinkan, Pemprov Bali juga ingin membantu pembangunan lapas ini, sehingga menjadikan lapas ini memenuhi standar sebagai lapas modern," kata Teneng.