Liputan6.com, Malang - Aktivis lingkungan di Kota Malang, Jawa Timur kembali memprotes revitalisasi Hutan Kota Malabar. Penyebabnya, pembangunan hutan kota itu belum sesuai konsep yang telah disepakati bersama antara para aktivis lingkungan dan Pemkot Malang.
Juru bicara Aliansi Masyarakat Peduli Hutan Malabar, Robbani Amal Romis mengatakan, konsep revitalisasi Hutan Kota Malabar masih sepihak berdasarkan konsep pemkot dan investor.
Baca Juga
“Belum ada detail engineering design (DED) sesuai kesepakatan bersama antara kami dengan pemkot sesuai hasil audiensi di gedung DPRD Kota Malang,” kata Robbani di Malang, Selasa (19/1/2016).
Advertisement
Hutan Kota Malabar seluas 1,6 hektare direvitalisasi oleh Pemkot Malang dengan menggandeng PT Amerta Indah Otsuka. Perusahaan ini menyalurkan dana corporate social responsbility (CSR) sebesar Rp 2 miliar untuk revitalisasi hutan kota itu.
Proses pengerjaannya dimulai pada Juli 2015 silam dan konsepnya mendapat protes keras dari aktivis lingkungan lantaran dinilai mengubah fungsi ekologis hutan kota. Pada November 2015, legislatif merekomendasikan pembangunannya dihentikan sembari dilakukan audiensi antara pegiat lingkungan dengan pemkot.
Baca Juga
Hasilnya, konsep pemkot dihapus dan memasukkan konsep yang diusung oleh para aktivis itu. Namun, saat pengerjaan dimulai lagi pada Januari tahun ini, DED sesuai kesepakatan bersama itu belum ada. Fondasi beton untuk pembangunan rumah pohon yang diminta dibongkar, ternyata belum dibongkar sepenuhnya.
"Kami meminta semua bekas pembangunan berdasarkan konsep awal dibersihkan. Tapi ternyata fondasi plat di rumah pohon masih ada, belum dibongkar," ucap Robbani.
Kepala Bidang Pertamanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang, Slamet Husnan mengatakan, seluruh gagasan Aliansi Masyarakat Peduli Hutan Malabar telah diakomodir dalam konsep terbaru.
"Apa yang diusulkan oleh kawan aliansi itu kami akomodir. Seperti tak menebang pohon, tak ada paving block permanen, dan rumah pohon juga dibatalkan,” kata Slamet.
Pemkot menjamin revitalisasi itu tetap tak mengubah fungsi ekologis hutan kota. Pemkot sendiri berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan.
"Bahwa di hutan kota boleh digunakan untuk kegiatan pariwisata tanpa mengubah fungsi ekologisnya," ujar Slamet.
Pemkot dan PT Amerta Indah Otsuka selaku penyalur dana CSR untuk revitalisasi Hutan Kota Malabar menjalin perjanjian kerja sama selama 5 tahun. Perusahaan itu diizinkan membangun prasasti di pintu masuk hutan kota.
Perusahaan itu satu-satunya pihak luar yang diperbolehkan menyelenggarakan kegiatan di dalam hutan kota. Perusahaan juga dikenai kewajiban merawat pascapembangunan selama 3–6 bulan.