Liputan6.com, Karangasem - I Wayan Sumardana kini resmi dijuluki manusia robot. Hal itu terjadi ketika ia mengubah sebagian dirinya menggunakan alat-alat robotik. Jadilah ia manusia setengah robot, karena untuk menggerakkan tangan kirinya yang lumpuh ia dibantu mesin yang dirakitnya sendiri.
Sumardana merupakan warga Desa Nyuhtebel, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Sejak tamat SMK Rakayasa di Denpasar ia kembali kampung halamannya.
"Tamat sekolah saya pulang (ke Karangasem)," kata Sumardana saat ditemui Liputan6.com di bengkelnya, Sabtu (23/1/2016).
Bukan tanpa sebab Sumardana memilih kembali ke kampung halamannya. Usai menamatkan pendidikan menengahnya, bapak tiga anak ini berupaya mencari kerja di Ibu Kota Provinsi Bali itu. Namun, usahanya selalu gagal.
Baca Juga
"Saya tidak dapat kerja di sana. Nilai saya jelek. Kurang bagus. Ya saya pulang dan kerja ke sini, cari kerja manual tidak pakai surat lamaran," kenang Sumardana.
Rupanya nasib belum berpihak. Ke sana ke mari mencari pekerjaan ia tak juga mendapatkannya. Bahkan, Sumardana mendapat perlakuan tak mengenakkan.
"Kalau ditolak halus sih sering. Diusir dengan kata-kata kasar juga pernah. Mungkin dia bingung kerja apa yang saya bisa kerjakan," ungkap dia.
Maklum saja, sepulang menamatkan pendidikannya dari Denpasar perawakan Sumardana tak seperti saat ini.
"Karena saya pulang dari Denpasar saya kurus sekali. Saya di Denpasar kadang makan kadang tidak. Saya sekolah biaya sendiri. Ayah saya sakit. Tidak enak juga minta sama orang tua," papar Sumardana.
Meski memiliki pengalaman bekerja semasa ia menempuh pendidikan, namun hal itu tak bisa menjadi bekal mendapatkan pekerjaan usai ia tamat SMK.
"Saya waktu SMK kerja jadi jadi tukang sapu biar bisa bayar sekolah. Tamat saya pulang. Lamar di industri peternakan yang ada di sini tidak diterima. Sampai saya minta sama pemiliknya, ambil kotoran babi saja saya mau. Tidak dikasih juga. Akhirnya saya cari ke tempat lain," cerita Sumardana.
Namun, karena pantang menyerah, usaha Sumardana akhirnya membuahkan hasil. Pria yang pernah jadi tukang sapu di Denpasar ini diterima bekerja sebagai tukang kasih makan ayam. Namun, hanya setahun dijalaninya.
Berhenti bekerja, Sumardana mencoba peruntungan membuka usaha yang pertama kali digelutinya, yakni yang sesuai disiplin ilmunya dengan membuka usaha servis komputer.
"Akhirnya saya buka bengkel elektronik, tapi bangkrut. Saya banting setir buka usaha ternak bebek. Bangkrut juga karena tidak dibayar dan kena tipu. Saya percaya aja waktu itu," papar dia.
Jadi Karyawan PLN
Advertisement
Lantaran usaha ternaknya bangkrut, Sumardana kembali mencari pekerjaan. Ia pun bekerja di Perusahaan Listrik Negara (PLN). Suatu ketika, Sumardana dikirim ke Nusa Penida, Kabupaten Klungkung.
Di sana, ia mengaku hampir meregang nyawa lantaran tersengat listrik. Antara sadar dan tidak, Sumardana berjanji jika ia berhasil menghindari maut ia akan kembali ke kampung halamannya.
"Saya waktu itu berjanji kalau saya hidup saya mau pulang. Setelah bisa pulang saya usaha lagi mengandalkan sisa uang. Satu bulan sisa uang saya habis untuk beli beras tidak bisa. Saya bingung lagi apa yang bisa dikerjakan. Akhirnya saya ambil rongsokan. Di sekitar sini. Saya kumpulin, saya jual, akhirnya bisa hidup dan jadi seperti sekarang ini," kata dia.
Diakuinya, membuka usaha rongsokan bukan tujuan hidupnya. Dirinya tidak pernah brcita-cita sebagai pedagang barang bekas.
"Tidak ada tujuan saya dulu buka rongsokan seperti sekarang ini. Tapi seiring waktu akhirnya berjalan," ujar Sumardana.
Diserang Kelumpuhan
Sedang menikmati kejayaan menjadi bos rongsokan, petaka datang sekitar enam bulan lalu. Tangan kiri Sumardana tak bisa digerakkan. Awalnya sepele. Pada suatu malam, Sumardana merasakan sakit di perut.
Begitu terbangun, tangan kirinya tak bisa digerakkan. Berbagai usaha dilakukan untuk menyembuhkan tangannya. Berobat ke dokter sudah berulang kali dilakoninya. Kesembuhan tak juga datang.
Ia beralih ke pengobatan non-medis. Ia pergi ke paranormal. Namun tetap saja tak ada perubahan. Sumardana mengaku sempat putus asa. Tapi penyakit yang membuat usahanya bangkrut itu justru membawa ide kreatifnya berkelana.
Ia kemudian menciptakan tangan robot untuk kembali menggerakkan tangan kirinya yang mengalami kelumpuhan. Kehidupannya berbalik 180 derajat dari sebelum sakit. Termasuk dalam soal pendapatan ekonomi.
"Kalau dulu saya cari uang Rp1-2 juta itu gampang. Dulu untuk biaya perusahaan satu bulan saya keluarkan uang Rp 80 juta. Tenaga banyak. Itu untuk operasional saja. Itu waktu masih sehat. Tapi setelah sakit sehari dapat Rp10 ribu itu sudah lumayan," kenang Sumardana.
Kala usahanya masih lancar, Sumardana pernah meminjam uang di bank. Tujuannya satu, untuk mengembangkan usaha yang dirintisnya sendiri. Sialnya, begitu ia ditimpa musibah, utang-utang itu tak bisa terbayar hingga kini, bahkan terus menumpuk.
"Sekarang lain tidak seperti dulu. Dulu kan saya lancar usaha pinjam uang di bank. Sekarang itu jadi beban, cicilan banyak. Sisa-sisa kesuksesan, sekarang sudah bangkrut," ucap Sumardana lirih.
"Nyesel jadi orang miskin, mau jadi orang kaya tidak bisa. Baru maju sedikit sudah sakit. Jadi bingung juga saya. Dulu saya punya kasur tapi dijual. Akhirnya tidur di kardus," tambah Sumardana menceritakan kondisi hidup bersama keluarganya kini.
Kala ia divonis mengalami kelumpuhan, anak-anaknya bahkan sampai terbengkalai kalau pergi ke sekolah. Bahkan anaknya tidak bisa sekolah.
"Istri saya tanya tidak punya beras. Dulu dua bulan saya duduk santai, diam tapi tidak punya uang. Seperti bos. Santai tapi stres uang tidak punya. Tapi belum habis semua uang saya masih ada sisa," beber dia.
Sumardana masih berharap keajaiban. Ia ingin tangan kirinya kembali sembuh dan tidak menggunakan alat bantu ciptaannya lagi.
"Tunggu keajaiban tidak sembuh-sembuh. Sudah punya dana saya berobat lagi. Kalau tidak biarin saja. Tapi anak saya masa depannya masih panjang," dia menegaskan.
Sumardana pun mengaku tak ingin bernasib seperti Bapaknya yang bangkrut karena sakit dan besarnya biaya berobat.
"Saya takutnya seperti itu. Emas dulu orang tua saya banyak. Ayam banyak, bapak sakit habis dipakai berobat," tukas dia.
Kini, pendapatannya memprihatinkan. Sehari mengelas ia hanya mampu mendapat Rp 10 ribu.
"Kalau dulu per tahun Rp 350 juta. Turunnya drastis. Dulu saya punya 11 usaha, tapi sekarang sudah saya jual semua," kata dia.
Modal Dinamo Printer
Memiliki tangan robot, tak membuat Sumardana malu. Dia mengaku inovasinya didukung oleh anak dan istrinya. Mereka tidak malu meski suaminya dijuluki Iron Man dari Bali.
"Anak istri saya mendukung saja, dibantu mencarikan alat dari printer. Tiap ketemu printer anak saya bilang Pak ada printer. Istri saya senang begitu tangan saya bisa digerakkan lagi. Daripada tidak bisa," kata Sumardana.
Di tengah situasinya yang sulit, Sumardana tak mau putus asa. Dirinya bahkan tidak ingin hidup karena belas kasihan orang lain.
"Saya tidak selalu mengharapkan harus dikasih begini begitu. Tadi bupati tanya kamu mau apa. Saya sebenarnya tidak enak minta-minta. Saya takutnya mengurangi kreativitas saya. Kalau yang perlu, kalau memaksa, mesin las saya rusak, utang banyak," harap Sumardana.
Ia pun sempat ditawari untuk memproduksi massal alat yang dirakitnya dari barang rongsokan itu. Saat itu dirinya bahkan akan langsung dikasih uang cash.
"Saya tidak munafik. Saya perlu uang. Tapi untuk apa, sosial apa bisnis. Kalau bisnis, sorry. Tapi untuk sosial oke. Dari mana dapat uang nanti, dari sponsor dan para dermawan," Sumardana menandaskan.