Liputan6.com, Palembang - Tak hanya bangunan, tradisi juga masih dirawat warga Kampung Arab 13 Ulu Palembang. Salah satu tradisi yang terus dipertahankan adalah peringatan haul pendiri kampung, Abdul Rahman bin Muhammad Al Munawar, yang bertepatan dengan peringatan Isra Miraj.
Peringatan ini juga istimewa karena juga menjadi waktu penyelenggaraan pernikahan warga Kampung Arab. Sekali perhelatan bisa menikahkan hingga 7 pasang pengantin dari Kampung Arab.
Pesta pernikahan di kampung itu hanya digelar pada ajang haul ini. Untuk memeriahkannya, warga Kampung Arab akan menggelar berbagai kesenian khas daerah, seperti gambus, marawis, tarian dana dan lainnya.
"Setelah dinikahkan di masjid, mereka akan diberi jadwal untuk menggelar resepsi. Biasanya bergantian setiap minggunya di rumah pengantin masing-masing di sini," tutur Ketua RT 24 Kampung Arab, Muhammad, kepada Liputan6.com, di Palembang, Senin 1 Februari 2016.
Kendati pernikahan itu acara adat mereka, warga Kampung Arab membuka diri ke masyarakat lokal. Saat akad nikah, haul, perhelatan kesenian Arab, warga dari luar Kampung Arab boleh ikut serta dalam acara mereka.
Hubungan baik antara etnis Arab dan warga lokal sudah terjalin sejak ratusan tahun lalu. Saat imigran Arab datang ke Palembang dalam rangka berdagang, Kesultanan Palembang Darussalam menyambut dengan baik.
Advertisement
Menurut Sejarawan Sumsel RM Ali Hanafiah, penerimaan itu karena Bangsa Arab dianggap memiliki kesamaan akidah dengan kesultanan.
Baca Juga
"Banyak pendatang asing yang datang ke Palembang. Namun hanya orang Arab yang boleh naik dan tinggal di daratan, sedangkan pendatang dari negara lain hanya boleh menetap di perairan saja," ujar Ali.
Dia menyebutkan tidak sedikit anak-anak di kesultanan yang menikah dengan bangsa Arab yang menetap di Palembang. Bahkan, orang Arab kerap kali ditunjuk menjadi imam saat salat berjamaah.
Dari sektor perdagangan, etnis Arab juga berperan penting dalam memajukan bisnis di Palembang. Beberapa jenis makanan khas Arab kini bahkan populer di antara warga Palembang, misalnya nasi minyak.
Terkait tradisi, ada 1 corak tenun songket khas Palembang yang dibuat khusus untuk para perempuan Arab. Nama coraknya Songket Bungo Pacik, sedangkan untuk etnis Tionghoa corak Songket Bungo Cino.
"Dua etnis ini, yaitu Arab dan Cina, berpengaruh besar di Palembang. Lihat saja sampai sekarang, terkhusus di perdagangan, banyak warga Arab dan Cina yang sukses menjalankan bisnisnya. Namun, etnis Arab dulunya lebih diterima oleh kesultanan karena sama akidah dibandingkan etnis Cina," ujar Ali.