Sukses

Sidang Kasus Lamborghini Maut, 2 Saksi Beri Pernyataan Berbeda

2 saksi sidang Lamborghini maut itu adalah penjual STMJ Mujianto (45) dan tukang becak Suparto (65).

Liputan6.com, Surabaya - Sidang kedua kasus Lamborghini maut dengan terdakwa Wiyang Lautner (24), warga Dharma Husada Regency, Surabaya digelar kemarin sore, di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur.

Dengan berbaju batik hitam dibalut rompi tahanan merah, Wiyang Lautner (24) hadir di PN Surabaya setelah turun dari Bus Tahanan Rutan Klas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo, pukul 14.20 WIB. 

Majelis hakim persidangan kasus tersebut adalah Hakim Ketua Burhanudin dan Hakim Anggota Mangapul Girsang dan I Dewa Gede Ngurah Adyana.

Persidangan dihadiri keluarga Wiyang, yaitu ibu kandungnya bernama Teny, kakak kandungnya bernama Wina, pamannya bernama Guntur. Berdasarkan pantauan Liputan6.com, sidang dimulai pukul 15.00 WIB di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur.

Saat berada di Ruang Cakra Pengadilan Negeri, Surabaya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ferry E Rachman menghadirkan 2 saksi yakni penjual STMJ Mujianto (45), warga Pakis Tirto Asri 1, dan tukang becak Suparto (65), warga Jalan Mleto Nomor 1, Surabaya.

"Kami hadirkan 5 saksi, tetapi 2 saksi dahulu yang diajukan, karena yang 3 saksi tidak bisa hadir, mungkin minggu depan hadir," tutur Ferry sebelum sidang, Rabu 3 Februari 2016.

Keterangan Saksi

Dalam keterangannya, Suparto (65) mengatakan dirinya mangkal sekitar 200 meter dari lokasi kejadian di Jalan Manyar Kertoarjo, Surabaya, sejak pukul 04.00 WIB, pada Minggu, 29 November 2015. Kondisi jalan saat itu kering karena tidak habis hujan.

Sebelum kejadian, Suparto mengatakan melihat 2 mobil yang masing-masing berwarna hitam dan merah melaju dengan suara knalpot meraung-raung. Sekitar pukul 05.20 WIB. Dia melihat pengemudi Lamborghini menyenggol gerobak penjual STMJ tepat pukul 05.20 WIB.

Insiden itu, sambung dia, membuat pengemudi motor yang sedang minum STMJ terpental hingga kira-kira 2 meter. Korban diketahui bernama Kuswarijono.

"Saya lihat yang mobil merah lebih dulu melaju kencang dan pelat nomornya B 2258 WM. Lalu yang motornya yang saya ingat pelat nomornya L 4101 BO. Meskipun usia saya sudah 65, alhamdulillah saya masih ingat Pak Hakim," kata Suparto dengan nada tinggi mengundang tawa pengunjung sidang.

Suparto melanjutkan, "Memang di jalan itu ada lubang, tapi sebelum lubang, mobil hitam itu sudah menabrak rombong (gerobak). Lalu, saya hanya mengamankan barang milik korban yang berserakan karena mobil itu sempat terbang juga sebelum menabrak sepeda motor milik yang minum STMJ."

Menanggapi kesaksian Suparto, Wiyang langsung membantahnya. "Tidak benar kendaraan saya sampai terbang itu," ujar Wiyang kepada majelis hakim.

Kesaksian berbeda diutarakan oleh Mudjianto (45), si penjual STMJ. Ia menyebut situasi itu jalanan basah seusai hujan.

"Suasana memang agak sedikit basah karena habis turun hujan, tapi saat itu saya lihat hanya sebagian jalan yang basah," kata Mudjianto kepada Hakim.

Setelah tabrakan itu, ia melihat ibu Wiyang datang dan membopong Srikanti, istri Kuswarijono, ke dalam mobil. "Saya hanya melihat ibu-ibu yang membopong ibu, istrinya bapak yang minum STMJ saja dan saya kira itu memang mama Wiyang," ucap Mudjianto.

Sidang lanjutan akan kembali mengagendakan keterangan saksi. "Sidang kami lanjutkan untuk minggu depan 10 Februari 2016," ucap Burhanuddin.

Wiyang Lautner didakwa melanggar Pasal 310 ayat (4), ayat (3) dan ayat (1) juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sidang itu menyita perhatian warga yang terbukti dengan banyaknya pengunjung memenuhi ruang sidang.