Liputan6.com, Jayapura - Pada era 1990-an, Kabupaten Jayapura menjadi kabupaten terbesar penghasil kakao asal Papua. Tanaman kakao menjadi primadona bagi penghasilan asli daerah setempat.
Kabupaten Jayapura sempat mencanangkan tanaman kakao sebagai tanaman rakyat di Papua. Tapi kini, kakao asal Jayapura seperti ditelan bumi. Kalaupun ada, hanya beberapa wilayah di kabupaten itu yang menjadi penghasil kakao.
Jumlahnya pun sudah mulai berkurang. Misalnya di daerah Nimbokran, Nimboran dan Genyem.
"Mengembalikan masa kejayaan kakao Papua tidaklah mudah. Perlu dukungan dari berbagai pihak, seperti pemerintah daerah, masyarakat setempat, dan mitra yang bergerak di bidang perkebunan," kata Kepala Dinas Perkebunan Papua, John Nahumuri, Senin, 15 Februari 2016.
Baca Juga
Nahumuri menjelaskan, pada 2004, banyak kakao yang terserang hama Pengerek Buah Kakao (PBK) dan penyakit Vascular Streak Dieback (VSD). Itulah titik awal penurunan produksi sekaligus kualitas kakao Papua.
"Tanaman kakao Jayapura merupakan salah satu pemasok tertinggi untuk Indonesia. Kakao asal Indonesia masuk dalam penghasil tiga besar bersama dengan kakao asal Pantai Gading dan Ghana," tutur Nuhumuri.
Dinas Perkebunan Papua kini berupaya mengembalikan masa kejayaan kakao Papua. Salah satunya dengan mencanangkan gerakan massal pemberantasan hama kakao dan tiada hari tanpa perawatan dan pemeliharaan tanaman kakao.
Dinas menunjuk Kampung Kleisu, Distrik Gresik Selatan, Kabupaten Jayapura sebagai kampung percontohan.
Selain itu, setiap kabupaten/kota diminta untuk menyiapkan anggaran pemberantasan hama penyakit tanaman kakao dalam APBD masing-masing.
"Dana tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan produksi kakao, karena jika produksi meningkat, otomatis kesejahteraan petani kakao meningkat," tandas Nahumuri.