Liputan6.com, Semarang - Sebanyak 17 kepala daerah di Jawa Tengah dilantik di lapangan Pancasila Simpanglima, Semarang, hari Rabu (17/2/2016). Seiring musim hujan, pawang hujan turut dilibatkan dalam kegiatan ini guna melancarkan acara.
Kabiro Humas Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Sinoeng Rachmadi, mengatakan pihaknya menyiapkan pawang hujan. Pertimbangannya, prakiraan BMKG yang menyebut cuaca sangat gampang berubah.
"Kita memang minta dukungan pawang hujan," kata Sinoeng di Semarang, Selasa, 16 Februari 2016.
Mbah Bejo, demikian salah seorang pawang hujan biasa disapa, diminta membantu mengendalikan hujan saat perhelatan itu. Lalu bagaimana cara kerja si pawang hujan?
Dalam mengendalikan hujan, dia menjelaskan, pilihan pertama adalah memindahkan atau menggeser hujan. Jika memang sudah tidak memungkinkan, satu-satunya jalan dengan menahan selama mungkin.
"Tiap pawang akan melakukan survei lokasi. Apakah sedang musim hujan atau enggak. Pawang yang profesional selalu menggeser hujan ke arah laut," kata Mbah Bejo kepada Liputan6.com di Semarang, Selasa, 16 Februari 2016.
Lelaki bernama asli Nuryanto itu menyebutkan syarat survei memang tak harus dilakukan. Makin kuat energi dalam (bioenergi) yang dipunyai, sang pawang mampu bekerja dari jarak jauh.
Adapun kegunaan survei adalah untuk membaca arah angin, sehingga energi yang dikeluarkan tidak terlalu besar.
Baca Juga
Survei yang dilakukan juga berfungsi untuk saling berkenalan dengan penguasa gaib tempat acara berlangsung. Mbah Bejo menyebut ada penguasa atas unsur-unsur itu, seperti Avatar, yang mampu mengendalikan air, angin, api dan juga lainnya.
"Pawang yang mumpuni akan bekerja sama dengan penguasa air dan angin," kata dia.
Saat bekerja, keberadaan sang pawang di sebuah lokasi amat berpengaruh terhadap keseluruhan proses. Namun bukan berarti harus selalu demikian. Seorang pawang bisa saja menyingkirkan hujan di sebuah acara pesta di suatu kota walau sang pawang bisa saja di kota lain.
Efeknya pun seketika dan seolah tidak berpengaruh terhadap posisi keberadaan dirinya. Kendati begitu, proses kerja jarak jauh kurang efisien dan cenderung memakan lebih banyak tenaga, upaya dan biaya.
Mbah Bejo kemudian mengajak Liputan6.com memperhatikan beberapa hari terakhir sebelum perhelatan. Ia mengklaim sudah bekerja menurunkan hujan sejak beberapa hari sebelumnya. Ini karena waktunya bersamaan dengan musim hujan dan perayaan Cap Go Meh.
"Dua tiga hari terakhir hujan sangat lebat, kan? Itu agar awan tidak terlalu tebal dan seandainya harus menahan, proses menahan hujan menjadi lebih ringan," kata Mbah Bejo.
Selain itu, proses mempercepat hujan lebih pas dilakukan malam atau dinihari karena udara lebih dingin dan proses kondensasi lebih mudah. Selain itu, aktivitas malam hari cenderung menurun, sehingga tidak banyak gangguan dari eksternal ketika ritual proses penurunan hujan dilakukan.
Bagaimana hujan bisa ditahan/dipindahkan?
"Secara umum yang ditahan atau digeser adalah awan penyebab hujan. Bukan hujannya," kata Mbah Bejo.
Dia menjelaskan bahwa sejatinya awan adalah sekumpulan uap air hasil evaporasi (penguapan), di mana di dalamnya terdapat muatan elektron. Muatan elektron inilah yang dimanfaatkan oleh praktisi pawang hujan untuk dimanipulasi, tentu dengan perlakuan dan ritual tertentu.
Pawang hujan memiliki tenaga dalam cukup besar dalam dirinya tentu dengan cara-cara tertentu bisa mempengaruhi medan magnetik benda lainnya (telekinesis), termasuk awan. Dengan memainkan medan magnetik, pawang hujan dapat mendorong, memindahkan, menahan, bahkan menurunkan/menyedot (menjadi hujan) atau sekedar mendatangkan awan dari daerah lain (menjadi mendung/teduh).
"Paling sulit adalah mengumpulkan awan dan membuat hujan pada suatu lokasi di musim kering. Menahan atau menggeser hujan lebih ringan karena memanfaatkan bantuan angin," kata Mbah Bejo.
Selain tenaga dalam, cara lain untuk menahan awan adalah dengan tenaga batin. Tenaga batin diperoleh melalui kekuatan doa atau rapalan mantera. Hal itu bisa diperkuat lagi dengan berbagai ritual dan lelaku prihatin, seperti puasa, mutih, ngableng, pati geni, nglowong, dan lain-lain. Ada pula yang memanfaatkan penggunaan khodam/makhluk ghaib.
"Jika ada pawang hujan menggunakan sesaji, membakar kemenyan, memasang bawang, cabe di sapu lidi, biasanya itu memanfaatkan khodam (jin pembantu)," kata Mbah Bejo.
Saat menggarap pelantikan kepala daerah ini, Mbah Bejo mendengar kabar bukan hanya dirinya yang dikerahkan, tapi ada pawang hujan lain. Hal yang paling mungkin adalah bekerja sama dengan pawang lain. Pihaknya akan menghindari benturan "tenaga" saat terjadi penggeseran awan.
"Jika satu pawang mendorong awan ke utara, yang lain harus ke utara juga. Jangan sampe arahnya beda. Akan terjadi benturan yang menjadi ancaman," kata Mbah Bejo.
Advertisement
Perang Pawang
Pelantikan kepala daerah di Jawa Tengah ini melibatkan lebih dari satu pawang hujan yang tidak saling kenal, sehingga sulit berkoordinasi. Pawang lain yang juga terlibat dalam perhelatan pelantikan kepala daerah kali ini menyebutkan dalam situasi tersebut bisa terjadi perang pawang.
"Saat perang terjadi tandanya awan berputar-putar dari satu lokasi ke lokasi yang lain di zona yang sama. Hujan akan terjadi di tempat pawang yang memiliki kekuatan paling lemah," kata pawang lain yang minta namanya dirahasiakan ini.
Pawang ini memiliki pandangan berbeda dengan Mbah Bejo. Menurut dia, memindahkan awan lebih berat dibanding menahannya, tapi lebih efektif.
Menghentikan hujan deras yang telah turun relatif lebih sulit daripada memindahkannya. Hal itu karena uap telah berubah menjadi titik titik air, sehingga tentu lebih banyak tenaga yang dibutuhkan untuk menahannya.
"Pengalaman saya, dapat menghentikan hujan deras seketika, kurang dari 5 menit. Tapi saat menahan itu jika rintik air mulai turun, tandanya sang pawang mulai kekurangan energi," kata pawang itu.
Nah, ternyata hujan deras di Semarang sebelum pelantikan kepala daerah memiliki kaitan erat dengan proses pelantikan. Dan tak menutup kemungkinan saat pelantikan selesai akan turun hujan yang sangat lebat.
"Itu jika awan yang terkumpul sangat banyak," kata sang pawang tadi.
Advertisement