Sukses

Kisah Operasi Siluman Kabarkan Serangan Umum 1 Maret ke Dunia

Stasiun radio itu kini hanya menjadi monumen yang menyisakan 12 foto tanpa menyinggung peristiwa Serangan Umum 1 Maret.

Liputan6.com, Yogyakarta - Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 menjadi fragmen penting sejarah kemerdekaan Indonesia. Serangan itu menjadi bukti masih berdirinya Republik meski berada dalam Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin Syafrudin Prawiranegara.

Sebuah stasiun radio yang dioperasikan secara diam-diam berjasa dalam penyebaran peristiwa tersebut. Stasiun radio rahasia yang berada di Gunungkidul itu bernama Stasiun Radio PHB AURI-PC-2 atau disingkat stasiun PC AURI. Tepatnya stasiun ini berlokasi di Kecamatan Playen, Gunungkidul, Yogyakarta.

Bangunan stasiun radio berbentuk rumah limas. Rumah milik Prawirosetomo itu menjadi tempat menyiarkan serangan penting itu ke seluruh dunia.

Sumarno, penjaga TK 1 Maret sekaligus stasiun radio, menuturkan demi menjaga rahasia, operator radio sengaja meletakkan boks radio di dapur dan dimasukkan ke dalam gerobok (tempat menyimpan padi masyarakat Jawa).


"Dulu antenanya kalau pagi disimpan, tapi kalau malam ditaruh di atas pohon kelapa," kata dia, Senin, 29 Februari 2016.

Sumarno yang menjaga bekas stasiun radio sejak 1992 itu menerangkan, siaran tentang 1 Maret dilakukan secara estafet mulai dari Gunungkidul ke Stasiun Bidaralam, Sumatera Barat. Siaran kemudian di-relay AURI Takengon Aceh menuju Yangon (sekarang Myanmar).

Dari Yangon, siaran diteruskan ke New Delhi, India, hingga berakhir di Washington, Amerika Serikat. Siaran yang mencapai ke Washington itulah yang menjadi bukti kedaulatan negara Indonesia di mata internasional. Lewat siaran itu, Indonesia membuktikan mampu mengusir Belanda dari Yogyakarta.

Terabaikan

Sumarno mengatakan saat ini sejumlah perangkat radio yang bersejarah sudah berpindah lokasi ke Museum Dirgantara. Yang tersisa dari stasiun itu hanyalah 12 foto yang dipigura. Sayang, foto itu tidak menyinggung sama sekali peristiwa Serangan Umum 1 Maret.

Sumarno juga mengeluhkan minimnya perhatian pemerintah atas radio yang diresmikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sejak 1984 menjadi monumen stasiun Radio PHB AURI- PC-2.

"Saya sekalian jaga monumen, sudah sejak 1992. Setiap pagi saya sapu. Ini inisiatif sendiri karena kasihan bangunan tersebut tidak ada yang merawat," kata Sumarno.

Sumarno setiap hari membersihkan monumen itu walaupun tidak dibayar. Ia hanya dibayar sebagai staf TK 1 Maret sebesar Rp 500 ribu per bulan. Ia mengaku ikhlas dengan pekerjaan yang dilakukannya ini.

Ia mengaku bersyukur salah seorang anaknya sudah menjadi PNS, sehingga dirinya sudah tidak merasakan beban berat.

"Kalau ada acara misalnya dari tentara dan pemda yang dihubungi saya. Kadang dapat uang dari pak tentara yang ke sini," ucap dia.