Sukses

Polisi Pemutilasi Anak Kandung Rutin Ikuti Pembinaan Mental

Selama 6 tahun bertugas, polisi pemutilasi anak itu tidak pernah menunjukkan sikap dan sifat yang aneh.

Liputan6.com, Melawi - Kapolres Melawi AKB Cornelis M Simanjuntak mengaku sering melakukan kegiatan pembinaan kepada jajarannya, termasuk kepada Brigadir Petrus Bakus, polisi pemutilasi kedua anak kandungnya. Pemuka agama diundang sesuai dengan keyakinan agama masing-masing.

"Pembinaan mental sudah sering kita lakukan. Dari periode-periode tertentu, kita melakukan pembinaan rohani dengan cara mengundang ustaz dan pendeta," ujar Cornelis di Melawi, Senin, 29 Februari 2016.

Pada kesempatan itu, dia menyatakan tidak pernah melihat tanda-tanda gangguan jiwa dari diri Bakus selama 6 tahun bertugas. Untuk meyakinkannya, polda mengirimkan psikolog untuk mengobservasi dan wawancara mengenai kondisi kejiwaan pelaku.

"Saya sebagai Kapolres tahu betul pelaku karena yang bersangkutan tinggal di belakang rumah saya," ujar Cornelis.

Ia juga menampik jika beban kerja memicu tindakan sadis yang dilakukan Petrus Bakus. Menurut Kapolres, beban kerja yang diemban Bakus tidak terlalu berat mengingat wilayah hukum Polres Melawi relatif tidak rawan kejahatan. Buktinya, Bakus tidak pernah dibekali senjata api selama bertugas.

"Track record yang bersangkutan memang intel. Yang bersangkutan memang memiliki kriteria yang baik, kemudian rajin melaksanakan tugas, berdedikasi baik dan tidak ada gejala-gejala lain. Semua berjalan baik," imbuh Cornelis.

Gali Rekam Medis

Hingga kini, penyelidikan terhadap Bakus terus dilakukan. Pihaknya belum memastikan apakah Bakus layak mempertanggungjawabkan keterangan yang disampaikannya, meski seluruh keterangan dicatat.

"Keterangan yang dia berikan di dalam pemeriksaan sudah kita himpun sebagi bahan kelengkapan administrasi penyidikan," kata Cornelis.

Kepala Sub Bagian Pengendali Personel Psikologi Polda Kalbar, AKP Teguh Purwo Nugroho, terus mendalami kasus mutilasi yang dilakukan Brigadir Petrus Bakus. Fokus penyelidikan kini adalah mengumpulkan informasi dari orang-orang dekat Bakus.

"Sehingga informasi yang kita dapat itu benar-benar dapat mendukung analisa kami," tutur Teguh.

Dia mengatakan proses komunikasi dengan Bakus sudah mulai dilakukan walau masih dalam taraf ringan. Hal itu dilakukan untuk membangun hubungan baik dengan pelaku.

Namun, proses analisis membutuhkan dukungan informasi yang akurat.

"Paling tidak, kita mendapat informasi 6 bulan sebelumnya. Kondisi psikologisnya bagaimana dan kita harus mundur sampai sejauh itu," ujar Teguh.