Sukses

25 Tahun Buka Jasa Ketik Manual, Apa yang Dicari Antini?

Perjuangan hidup bersama mesin ketik sudah dijalaninya sejak 1991, hingga kini masih bertahan.

Liputan6.com, Yogyakarta - Mesin ketik manual mulai ditinggalkan sejak era komputer. Nyaris tak ada lagi orang mengetik dengan mesin ketik manual tersebut karena fungsinya digantikan komputer yang jauh lebih canggih.

Namun, dewasa ini masih saja ada yang menggunakan mesin ketik manual, bahkan menjual jasanya. Sosok yang masih setia dengan mesin ketik ini adalah Antini (43) yang membuka jasa pengetikan di Jalan Kolombo, Yogyakarta.

Perempuan ini bahkan rela berpanas-panas di pinggir jalan ditemani payung, meja, dan mesin ketik  menunggu pelanggan. "Saya ngetik sudah 25 tahun lho," ujar Antini pada Liputan6.com di Yogyakarta, Senin 7 Maret 2016.

Perempuan kelahiran 1 November 1973 ini menjual jasa pengetikan sejak tahun 1991 lalu usai
lulus dari SMEA (saat ini SMK) Sapdodadi Bantul atau SMKN 1 Bantul.

Kesetiaanya pada mesin ketik manual ini disebutnya sebagai sumbangsih pada Yogyakarta yang menyandang label sebagai kota pendidikan.

"Kita ini kan di kota pendidikan. Jangan sampai mesin ketik juga ikut hilang. Ini mungkin sedikit sumbangsih saya pada dunia pendidikan," ujarnya. 

Ia mengaku sudah tiga kali pindah tempat mangkal demi mengejar pelanggan. Pertama kali ia biasa menunggu pelanggannya di Jalan Cendrawasih Yogyakarta tepatnya di depan auditorium RRI Demangan.

Setelah itu ia pun pindah di depan rumah toko (ruko) perempatan Kolombo dan terakhir berada di depan bank BTN, Jalan Kolombo Yogyakarta. Sudah setahun lebih terhitung sejak 1 November 2014 lalu ia sudah berada di tempat itu.

2 dari 2 halaman

Senjakala Mesin Ketik

"Sejak tahun 1997 bisnis mesin tik ini mulai surut. Padahal sebelumnya di zaman keemasan hampir di tiap gang bisa ditemui jasa mesin ketik manual," kata Antini.

Saat ini, Antini mengaku tak ada teman lagi yang setia dengan mesin ketik manual. Namun ia masih bertahan, meski bisa mengoperasikan komputer.

"Temen temen saya semenjak komputer ada itu sekarang ada yang jualan buku ada juga yang jualan es degan. Dulu banyak, sampai di depan kampus itu ada yang pakai gerobak. Sekarang tinggal saya," ujarnya.

Untuk jasanya, dia menjelaskan, honornya dihitung per lembar ketikan. Ia biasa menetapkan tarif mulai dari Rp 3-5 ribu. Besaran tarif mengikuti tingkat kerumitan pekerjaan.

"Semakin rumit ketikannya maka semakin mahal biaya per lembarnya," katanya

Dia mencontohkan untuk yang order Rp 5 ribu biasanya rumit, dan rata-rata pelanggan membawa form sendiri. "Kalo salah maka itu susah kan blangkonya itu cuma satu. Maka sebanding dengan tingkat kesulitan," katanya.

Antini sebelumnya juga pernah ikut kerja dengan orang lain. Namun ia mengaku tidak leluasa dalam bekerja. Kecintaanya kepada dunia ketik manual mengalahkan keinginannya melayani masyarakat dalam ketik manual.

Untuk menuju ke tempat mangkalnya, ibu dua anak ini berangkat menggunakan sepeda kayuh. Hal ini biasa dilakualkanya dari rumahnya di Jalan Bulu RT 7 Karangbendo, Banguntapan Bantul.

Ia berharap di bulan April mendatang akan banyak mahasiswa yang menggunakan jasanya. Sebab di bulan April banyak mahasiswa yang sedang menuliskan hasil praktikumnya.

Antini membeli mesin ketik yang dipakainya bekerja tahun 1992. Saat itu ia membeli dengan harga Rp 150 ribu. Namun beberapa kali mesin ketik miliknya rusak.

Tapi, beruntung temannya yang memiliki kios di sebelahnya mau mengajari Antini memperbaiki mesin ketik. Bahkan ia juga sering mmeperbaiki mesin ketik milik temannya itu.

Ilmu servis mesin ketik ini pun dia gunakan saat ini. Setiap mesin ketik yang diservisnya dia mematok tarif Rp 50 ribu.

Kendala saat ini adalah minimnya suku cadang di pasaran ia harus membeli mesin ketik yang sudah rusak untuk digunakan bahan suku cadangnya. "Susah nyari suku cadang, biasanya saya kanibalin gitu," kata Antini.