Liputan6.com, Surabaya - Sidang tindak penganiayaan Tosan dan pembunuhan Salim Kancil kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Ruang Chandra. Sidang lanjutan itu menghadirkan anggota Polres Lumajang Sigit Pramono sebagai saksi.
Dalam sidang tersebut, Sigit yang menjabat Babinkantimbmas Polres Lumajang mendengar informasi jika Tosan akan berdemonstrasi di Balai Desa Selok Awar-awar. Aksi demo itu hendak menuntut penghentian penambangan pasir.
"Kelompok Tosan tidak terima ada pertambangan, karena itu akan melakukan unjuk rasa damai," ujar Sigit, Kamis, 17 Maret 2016.
Namun, Polsek Pasirian menolak keinginan Tosan berdemonstrasi karena izin yang belum lengkap. Kondisi itu tetap kondusif hingga terjadi insiden pada 26 September 2015.
Sigit menuturkan, ia berada di kantor saat mendapat laporan dari anggota reserse bahwa ada warga yang dipukuli yang belakangan diketahui Salim Kancil dan Tosan. Laporan itu diterimanya sekitar pukul 06.30 WIB.
Baca Juga
Menindaklanjuti laporan, Sigit mendatangi TKP dan melihat kerumunan warga dan anggota polisi lainnya. "Karena malam sebelumnya saya piket, jadi pagi sewaktu kejadian langsung ke TKP dan mengetahui Tosan sudah dibawa polisi ke puskesmas," urai Sigit.
Lebih lanjut, Sigit mengaku tidak pernah dilapori baik Tosan maupun Salim Kancil terkait ancaman pembunuhan. Ia juga mengaku tidak pernah mengetahui jika tambang pasir yang beroperasi di Desa Selok Awar-awar itu ilegal.
Pernyataan tersebut memancing komentar majelis hakim. Anggota majelis hakim Efran Basuning menganggap keterangan Sigit janggal. Ia menyebut aneh jika polisi tidak mengetahui kondisi setempat mengingat jarak lokasi penambangan ke kantor polsek setempat hanya 3 kilometer.
"Kan sudah jelas ada penyalahgunaan izin, Anda sebagai polisi mana mungkin tidak tahu hal itu," ucap Efran.
Efran menyayangkan pernyataan Sigit itu. Ia menyebut baik Polsek Pasirian maupun Polres Lumajang lamban dalam menindaklanjuti laporan Tosan. Jika polisi tanggap, para pengancam itu semestinya sudah ditangkap.
"Kan sudah jelas siapa yang dilaporkan, ini pengancaman bukan main-main. Mestinya tidak sampai terjadi penganiayaan dan pembunuhan jika cepat ditanggapi," ujar Efran menyesalkan.
Salim Kancil dan Tosan menjadi korban konflik pro kontra pertambangan pasir besi di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang. Tosan dan Salim adalah petani yang kontra dengan pertambangan dan dianiaya para terdakwa yang berjumlah 36 orang.
Dalam kejadian itu, Tosan dianiaya di depan rumahnya dan diseret ke lapangan bola. Dia dihujam dengan palu, cangkul dan sabetan clurit saat kejadian dan sempat mengalami kritis. Sementara Salim, korban tewas, dianiaya dengan cara yang sama. Dia tewas usai dipukul batu nisan di pemakaman desa.