Sukses

Baru Sebulan Dilantik, Bupati Ini Hadapi Meja Hijau

Tim penasihat hukum Andi Idris Syukur yang merupakan Bupati Barru, Sulsel terpilih, mempertanyakan penetapan tersangka.

Liputan6.com, Makassar - Baru sebulan lebih dilantik sebagai Bupati Barru untuk periode kedua, Andi Idris Syukur kini menghadapi meja hijau dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang. Ia menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Sidang perdana terhadap Bupati Barru terpilih itu beragendakan pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sidang yang digelar pada hari ini dipimpin langsung Ketua Pengadilan Negeri Makassar Andi Cakra Alam dengan anggota Ibrahim Palino, Bonar, Abdul Razak dan M Syukri.

Pantauan Liputan6.com, sejak Senin pagi tadi sekitar pukul 08.00 Wita, ratusan warga mendatangi Pengadilan Tipikor Makassar untuk menghadiri sidang Andi Idris Syukur. Sebagian dari mereka adalah pendukung bupati yang dilantik pada 17 Februari lalu tersebut.

Dari ratusan massa pendukung yang hadir tersebut terdapat beberapa kelompok perempuan berhijab yang lebih awal memasuki ruang sidang dengan mengambil posisi bangku terdepan meski sidang belum dimulai.

"Kami ini masyarakat datang karena ingin memberikan doa dan dukungan moril kepada pak bupati," singkat salah seorang perempuan berhijab yang enggan menyebut namanya saat ditemui di ruang sidang Sultan Hasanuddin tempat perkara Bupati Barru disidangkan, Senin (28/3/2016).

Beberapa waktu kemudian, persidangan pun dimulai. Di hadapan majelis hakim, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai Paian Tumanggor mendakwa Andi Idris dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Awalnya, Andi Idris Syukur, Bupati Barru ditetapkan sebagai tersangka oleh Badan Reserse Kriminal Umum Mabes Polri dalam kasus dugaan pemerasan, gratifikasi serta pencucian uang atas proyek pengurusan izin pertambangan eksplorasi di Kabupaten Barru, salah satunya di Pelabuhan Garongkong.

Dalam kasus yang menjeratnya itu, Andi Idris diduga menerima gratifikasi berupa beberapa mobil mewah melalui istrinya, Andi Citta Mariogi. Di antaranya satu Toyota Alphard bernomor polisi DD 61 AS berwarna hitam dari PT Cipta Bhara Bata dan PT Jaya Bakti.

Gratifikasi tersebut terkait dengan pencairan dana pembangunan rumah-toko dan sejumlah pasar. Andi Idris juga diduga menerima mobil Mitsubishi Pajero Sport bernomor polisi DD 1727 dalam  proyek di Pelabuhan Garongkong, Kabupaten Barru, Sulsel.

Andi Idris disangka melanggar Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 lantaran tidak membentuk perusahaan daerah pelabuhan dan pelayaran. Pemerintah Kabupaten Barru di bawah kendali Andi memberikan izin prinsip kepada sejumlah perusahaan untuk melakukan aktivitas di pelabuhan. Namun uang pungutan tersebut tidak disetorkan ke kas daerah.

2 dari 2 halaman

Pengacara Pertanyakan Penetapan Tersangka

Tim penasihat hukum Idris Syukur yang merupakan Bupati Barru, Sulsel terpilih membantah seluruh isi dakwaan yang telah dibacakan JPU dengan mengajukan eksepsi pada persidangan setelahnya yang dijadwalkan pada Senin 4 April mendatang.

"Kami menilai dakwaan yang sudah dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) terdapat dua hal, yakni tentang pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya formil dan sifatnya substansif. Nah ini yang akan kami jawab dalam eksepsi nantinya," kata Muh Aliyas Ismail selaku ketua tim penasihat hukum terdakwa usai mengikuti sidang pembacaan dakwaan yang digelar di Pengadilan Tipikor Makassar.

Menyangkut syarat formil, imbuh Aliyas, pihaknya akan mempertanyakan terkait proses pemeriksaan, penyelidikan, penyidikan hingga penetapan kliennya sebagai tersangka. Selain itu juga tentang proses persidangan hingga proses pembuatan dakwaan.

"Jadi dalam eksepsi nantinya kami tuangkan tentang pembuatan dakwaan apakah sudah berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh pada tahap penyidikan. Kedua apakah penetapan tersangka juga sudah dilakukan sesuai hukum acara yang berlaku," papar Aliyas.

Tak hanya itu, Aliyas juga mengungkapkan poin utama lainnya dalam nota eksepsi yang diajukan pada persidangan berikutnya yakni mengenai kejanggalan penetapan tersangka.

"Penetapan tersangka kan dilakukan tanggal 9 Juli 2015, sementara sprindik (surat perintah penyidikan) itu diterbitkan tanggal 8 Juli 2015. Pertanyaan besarnya apakah interval waktu antara tanggal 8 dengan tanggal 9 itu telah dilakukan proses penyidikan itu pertanyaan besarnya," sebut dia.

Faktanya, lanjut Aliyas, kalau melihat dokumen-dokumen yang ada dari seluruh berita acara pemeriksaan (BAP) yang ada diantaranya BAP saksi, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan ahli, semua dilakukan setelah tanggal 9 itu.

"Sehingga pernyataan kritis berlanjut dari mana dua alat bukti sebagai satu persyaratan mutlak yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 183 KUHAP untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka. Itu harus clear dulu apakah penetapan tersangka itu sah atau tidak demikian juga proses penggeledahan hingga penyitaan apakah sah. Nah ini yang akan kita pertanyakan," Aliyas menegaskan.