Sukses

186 Tahun Penangkapan Pangeran Diponegoro

Dalam pengasingan, Pangeran Diponegoro menulis sejumlah buku pergerakan perlawanan terhadap Belanda dan buku pendidikan.

Liputan6.com, Makassar - Pangeran Diponegoro membusungkan dadanya. Dagunya menengadah. Di balik punggungnya, perempuan berkebaya merah menundukkan wajahnya.

Raut perempuan itu sedih seakan meratapi nasib anak sulung Sultan Hamengku Buwono III yang baru saja ditangkap penjajah Belanda yang dipimpin Jenderal De Kock. Penangkapan Pangeran Diponegoro itu terjadi pada 186 tahun silam, tepatnya pada 28 Maret 1830.

Penangkapan itu mengakhiri perlawanannya atas penjajahan Belanda selama lima tahun terakhir. Adegan penangkapan itu tergambar dalam lukisan karya maestro seni lukis Indonesia Raden Saleh pada 1837. Maha karya Raden Saleh itu adalah wujud dukungannya atas perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Pangeran Diponegoro memang ditangkap Belanda setelah datang untuk berunding. Bukannya kesepakatan yang didapat, ia malah dijebloskan dan diasingkan jauh dari tanah kelahirannya.

Tempat pengasingan pertamanya adalah Manado, Sulawesi Utara. Namun, lelaki kelahiran 11 November 1785 itu tidak lama berdiam di Benteng Amsterdam. Pihak kolonial memutuskan memindahkan Pangeran Diponegoro ke Benteng Fort Rotterdam di Makassar pada 8 Januari 1855.

Alasan pemindahan adalah minimnya penjaga keamanan di Benteng Amsterdam.


"Di Benteng Amsterdam di Manado hanya dijaga 50 pasukan kolonial Belanda, makanya Pangeran Diponegoro dipindahkan ke Benteng Rotterdam yang dijaga sebanyak 200 pasukan kolonial Belanda dengan lima bastion (benteng kecil) dengan persenjataan lengkap. Meriam ke lima penjuru," kata Jamal, petugas Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulsel, kepada Liputan6.com, Senin (28/3/2016).

Jamal mengungkapkan Pangeran Diponegoro ditahan di Benteng Fort Rotterdam selama 7.847,5 hari atau 21 tahun 6 bulan. Selama ditahan, Pangeran Diponegoro mendalami agama Islam.

Sel tahanan Pangeran Diponegoro selama diasingkan di Makassar, Sulawesi Selatan. (Liputan6.com/Ahmad Yusran)

"Ia juga menulis sejumlah buku pergerakan perlawanan terhadap Belanda dan buku pendidikan dalam huruf Arab gundul yang jumlah halamannya sebanyak 900 halaman," imbuh Jamal.

Pada 1837, Pangeran Diponegoro dipindahkan ke lantai 2 Fort Rotterdam yang kondisinya lebih layak dibandingkan sel tahanan yang selama itu ditempatinya. Pemindahan itu atas rekomendasi anak Raja William III, Pangeran Hendrik.

"Kini, (sel itu) jadi perpustakaan Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulsel di Makassar," ucap dia.

Pangeran Diponegoro akhirnya wafat di pengasingan pada 8 Januari 1855. Jenazahnya kini dikebumikan di makam yang terletak di Jalan Pangeran Diponegoro, Kelurahan Melayu, Kecamatan Makassar, Kota Makassar, Sulsel. Makam pangeran bernama kecil Bendara Raden Mas Antawirya itu kini dijaga oleh cicitnya, RM Saleh.

"Hingga kini banyak yang datang ziarah dan mendoakan Pangeran Diponegoro. Mereka umumnya datang dari luar Kota Makassar," kata RM Saleh.