Liputan6.com, Serang - Yudhistira (16) diduga menjadi korban salah tembak polisi dari Kesatuan Buru Sergap (Buser) Polsek Carita, Kabupaten Pandeglang, Banten. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keluarga Besar Mathlaul Anwar mengecam peristiwa itu.
Koordinator LBH tersebut, Dhona El Furqon, mengatakan Polsek Carita seharusnya mengecek ulang saat akan menangkap. Jika hal tersebut dilakukan, peristiwa salah tembak dan penganiayaan terhadap Yudhistira, siswa SMA Mathlaul Anwan, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, pada Jumat, 25 Maret 2016, tidak akan terjadi.
Maka itu, mereka, "Menuntut pelaku maupun institusi kepolisian untuk bertanggung jawab secara pidana maupun perdata. Menuntut pihak kepolisian memberikan pernyataan meminta maaf secara terbuka melalui media massa," kata Dhona El Furqon, Serang, Rabu (30/3/2016).
Menurut dia, pengacara sekolah mendapatkan kronologi berbeda. Petang itu, korban sedang begadang bersama teman-temannya dan hendak membeli camilan dengan membawa motor ibunya.
Di tengah perjalanan, persisnya di depan kantor Kepala Desa Kananga, korban diadang anggota Buser berinisial F. Dia menodongkan pistol ke arah korban dan menyuruhnya berhenti.
Awalnya, korban menduga pria yang menodongkan pistol itu adalah begal motor. Karena ketakutan, korban balik arah menuju perkampungan Leuwiliang Kananga.
Baca Juga
Baca Juga
Belum sampai ke perkampungan, korban diadang kembali seorang petugas kepolisian berinisial T. Korban pun semakin takut dan membawa sepeda motor pontang-panting. Lalu, petugas berinisial T langsung menembak Yudhistira. Tembakan pertama meleset, teman si korban yang diboncengnya menjatuhkan diri saking takutnya.
Polisi T kembali menembak Yudhistira dan tembakan masih meleset. Pada tembakan ketiga, peluru mengenai tangan kanan korban. Seketika motor yang dibawanya terjatuh dan Yudhistira pun tersungkur.
Setelah itu, korban diborgol, diseret disertai pukulan di beberapa bagian muka hingga terdapat luka lebam di pelipis mata kanan bagian bawah. Korban terus meronta dan meminta tolong kepada warga setempat hingga akhirnya polisi pun membungkam mulut si korban dengan cara menghantam mulut korban dengan gagang pistolnya.
Menurut dia, korban terus diseret ke jalan raya, tanpa alasan jelas. Korban sempat dilepas sebentar oleh aparat kepolisian. Yudhistira pun segera berlari menuju pangkalan menemui teman-temannya yang sedang begadang.
"Teman-teman korban yang masih sepupunya bernama Hasbi dan Furkon bermaksud menjelaskan kepada polisi bahwa yang mereka tangkap dan mereka aniaya itu bukan pelaku curanmor yang mereka buru, namun para polisi itu pun menodongkan pistol ke arah temannya sambil mengusir si temannya untuk pergi dan pulang ke rumah," kata Dhona.
Yudhistira didorong untuk masuk ke mobil petugas dan langsung dilarikan ke beberapa rumah sakit. Ia sampai di Rumah Sakit Bedah Benggala Serang untuk dioperasi dan dirawat.
Berdasarkan pemeriksaan petugas medis di RS Benggala Kota Serang, Banten, Yudhistira yang menjadi korban salah tangkap mengalami luka tembak jarak dekat pada tangan kanan, mengalami luka lebam hampir di sekujur tubuhnya dan mengalami trauma psikologis.
"Lakukan cara penangkapan seusai Standar Operasi Prosedur (SOP) kepolisian dan polisi sebagai pelayan serta pengayom masyarakat harus menjamin hak hidup dan hak aman sesuai undang-undang yang berlaku," ujar Dhona.
Advertisement