Sukses

Gubernur Sulut Rahasiakan Upaya Pembebasan Sandera Abu Sayyaf

Tiga dari 10 WNI yang disekap kelompok Abu Sayyaf merupakan warga Sulawesi Utara.

Liputan6.com, Manado - Drama penyanderaan 10 WNI, termasuk tiga warga Sulawesi Utara (Sulut), oleh kelompok Abu Sayyaf belum berakhir. Gubernur Sulut Olly Dondokambey mengaku sudah bertemu dua menteri untuk membahas upaya pembebasan.

"Saya sudah bertemu Menteri Luar Negeri dan Menkopolhukam. Namun, hasil pembahasan untuk langkah pembebasan ini kami rahasiakan," ujar Olly di Manado, Senin (4/4/2016).

Olly menegaskan baik pemerintah pusat maupun pemda sangat serius membebaskan para sandera. Ia meminta agar para keluarga mendukung upaya tersebut dengan bersabar. "Keluarga diharapkan bersabar dan berdoa untuk keselamatan para sandera," ucap Olly.

Sebanyak 10 ABK Brahma 12 ditawan para perompak dari kelompok Abu Sayyaf, Sabtu, 26 Maret 2016 lalu. Salah satu yang ditawan adalah Kapten Kapal Brahma 12 Peter Tonsen Barahama yang berasal dari Kabupaten Sangihe, Sulut.


Orang tua Peter, Charlos Barahama mengatakan, hingga saat ini masih terus menunggu perkembangan upaya pembebasan putranya bersama kawan-kawan ABK Brahma 12. Ia dan istrinya, Sofitje Salemburung, memantau perkembangan informasi pembebasan para sandera lewat televisi maupun media lainnya.

"Kami hanya bisa menunggu, bagaimana kejelasannya. Mengikuti perkembangan informasi dari berbagai media," ujar Charlos.

Keluarga Charlos sempat dikunjungi Bupati Kabupaten Kepulauan Sangihe, HR Makagansa, akhir pekan lalu. Bupati menjanjikan upaya maksimal untuk pembebasan Peter dan kawan-kawan.

Selain Peter, dua ABK Brahma 12 yang berasal dari Sulut adalah Alfian Repi dan Julian Pilip. Keluarga Alfian sudah menetap di Jakarta, sementara keluarga Julian tinggal di Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulut.

Kelompok Abu Sayyaf memberi tenggat hingga 8 April 2016 untuk membayarkan uang tebusan sandera sebesar 50 juta peso atau setara Rp 14,2 miliar.

Video Terkini