Liputan6.com, Denpasar - Semangat menuntut ilmu tidak terbatas oleh apa pun. Kekurangan fisik sepertinya tidak menjadi penghalang bagi empat siswa sekolah luar biasa bagian A Denpasar.
Ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, empat siswa penyandang tunanetra ini pun dengan penuh semangat mengikuti Ujian Nasional yang digelar hari ini, Senin, 4 April 2016.
Persiapan sudah dilakukan oleh siswa ini sejak beberapa pekan yang lalu. Mereka mempelajari materi yang akan diujian dalam UN kali ini.
“Ingin lulus dan melanjutkan kuliah,” kata Arisanti, salah satu siswa tunanetra, usai mengerjakan soal bahasa Indonesia.
Bagi Arisanti, meski ia memiliki kekurangan, menempuh pendidikan setinggi-tingginya tetap harus dilakukan. Membaca huruf braile sudah biasa dilakukan sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar.
“Materi soal yang mereka jawab menggunakan huruf braile,” kata Ngakan Made Drigayusa, Kepala SLB bagian A Denpasar, saat ditemui di sela-sela pelaksanaan UN.
Baca Juga
Pihak sekolah memang membebaskan siswanya untuk mengikuti atau tidak Ujian Nasional yang dilaksanakan secara serentak ini. “Mereka menyatakan ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, makanya bersedia mengikuti Ujian Nasional,” kata Drigayusa menambahkan.
Dirgayusa menambahkan ada tiga siswa lagi yang sebenarnya mengikuti Ujian Nasional, tapi mereka memiliki keterbatasan akademis. “Jika memiliki keterbatasan akademis, maka mereka hanya mengikuti ujian sekolah saja,” katanya.
Secara prinsip materi yang disampaikan kepada siswa memang tidak berbeda dengan siswa umum. Namun siswa penyandang tunanetra terkadang kemampuannya berbeda. Tingkat kesulitan soal yang diberikan kepada mereka memang lebih rendah dari sekolah umum.
“Mereka juga akan mendapatkan ijazah sama seperti siswa sekolah umum,” kata Dirgayusa.
Guru SLB Kewalahan
Tiga orang mahasiswi yang ditugaskan mendampingi siswa sekolah luar biasa (SLB) Yapti Makassar dalam mengerjakan soal Ujian Nasional (UN) tampak kewalahan.
Ketua Panitia Ujian Nasional di SLB Yapti Makassar, Donatus Agung, mengakui ketiga mahasiswi asal Universitas Negeri Makassar (UNM) tersebut harus bekerja ekstra karena siswa di SLB Yapti Makassar memiliki berbagai keterbasan. Termasuk di antaranya untuk bicara, mendengar, dan melihat. Selain itu ada juga peserta UN yang mengalami gangguan motorik.
"Kami akui guru pendamping memang agak kesulitan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peserta UN yang ada di SLB Yapti Makassar, " kata Donatus.
Sehingga lebih lanjut, kata Donatus, dalam menyelesaikan soal ujian, siswa membutuhkan waktu yang lama. "Dijadwalnya kan masuk pukul 08.00 Wita dan selesai pukul 10.00 Wita. Tapi karena kondisi yang ada terpaksa jam mengerjakan soal itu ditambah sejam," katanya.
Donatus mengatakan ada sembilan siswa SLB Yapti Makassar yang mengikuti UN tahun ini. Sebanyak delapan siswa kategori tunarungu dan seorang siswa lainnya merupakan anak kategori tunadaksa.
Advertisement